Terkadang saat kita mendownload file pdf di internet. File pdf tersebut hanya bisa di lihat dan tidak bisa di print atau juga tidak bisa di edit copy/paste.
Ciri - ciri file yang tidak dapat di edit dan di print tersebut adalah terdapat gambar gembok di sudut kiri tampilan file. Untuk membuka gembok file pdf ini, kita dapat menggunakan PDF Password Remover sebagai salah satu cara yang paling praktis menurut saya.
Silakan klik untuk mendownload aplikasi PDF Password Remover
1. Extract File
2. Install seperti biasa lalu masukan kode serial number yang ada di file notepad
3. Jalankan
Untuk membuka gembok file pdf, Pilih "Open PDF(s)" lalu masukan file yang terkunci tadi
Pilih lokasi penyimpanan file tersebut dan klik "Save"
Selamat mencoba
Rabu, 18 Maret 2015
Selasa, 17 Maret 2015
KOPI MERAH JAMBU
KOPI
Hari
ini seperti biasa aku lupa sarapan pagi karena kesiangan. Jarak tempatku
bekerja yang terlalu jauh dari rumah membuat aku harus “bergerak” lebih cepat
agar tidak terjebak macet. Makan pagi adalah hal yang sudah lama aku rindukan,
segelas kopi pekat dengan sedikit gula menjadi perioritasku ketimbang harus
membuat roti isi apalagi nasi goreng?. Kemeja dan pencil
skrirt coklat dengan belahan panjang – agar aku bisa bebas berlari- menjadi
baju andalanku bekerja. Kurapikan lagi pashmina yang melingkar di wajahku
sementara handphoneku bordering kencang. Ah, pasti ibu.
“
kak, jangan lupa sarapan. kalo kamu ga sarapan, siapa yang mau ngurusin kamu
sakit? Ibu ga mau anak ibu kerja tapi nyiksa diri sendiri ”, ceramah ibu dari
telpon yang baru saja ku angkat tanpa sempat mengatakan halo. “ Iya bu, jangan
terlalu dipikirkan. Ibu ga ingat anak ibu yang paling kuat tu siapa ? hehe ”,
aku merangkul tas kerjaku dan menjinjing sepatu high heels-ku dengan cepat dan
beranjak keluar rumah. ”Kalo Ibu lihat apa yang ku lakukan sekarang sudah pasti
diomelin”, pikirku dalam hati. Segera kuseruput habis kopiku pagi ini.
“
Ya kamu sehat kan karna Ibu yang mengurusi kamu setiap hari. Yaudahlah, kamu
jangan lupa ambil cuti untuk syukuran ulang tahun keponakanmu ”.
“
Insyaallah,bu. Aku pergi dulu ya bu. Udah telat ini. Assalammualaikum ”. Kututup
ponselku dan mulai menginjak pedal gas mobil agar lebih cepat menuju kantor.
Namaku Rozovy, biasanya disapa ovy. Dalam bahasa Rusia, Rozovy
artinya merah jambu. Warna yang sama sekali ga kusuka. Ya, menurutku warna pink
itu terlalu lemah. Terlalu perempuan banget bikin capek ngeliatnya. Tapi dengan
tanpa unsre kesengajaan apapun, Ibu dan Babe memberikan nama cantik itu buatku
– walaupun sebenarnya kalo bisa diganti ya jangan merah jambu bisa kali be?-
Aku perempuan biasa yang tidak terlalu neko-neko. Apalagi
sejak kerja di salah satu sekolah Islam di Sleman, Yogyakarta. Jauh dari rumah,
teman dan sodara. Belum genab satu tahun aku bekerja sebagai guru honorer di sini.
Belum banyak teman yang kukenal akrab selain teman sekantorku, Fina dan Ibu
kost kesayanganku Bude Sri. Sulit bagiku membaur dengan keadaan yang baru dalam
waktu yang cepat. Untungnya, orang-orang di tanah rantauku ini sangat baik dan
ramah.
“
vy, ga sarapan lagi ? ” Suara Fina terdengar diantara kerumunan suara
murid-murid sma -labil- yang suka teriak-teriak asik sendiri dikeramaian
kantin. Fina duduk tepat di depanku sambil mengeluarkan tumpukan kertas. Aku
mengangguk pelan sambil menyeruput coffe
ice legendaris di kantin sekolah. Melirik tumpukan kertas Fina mengingatkan
ku dengan tugas- tugasku yang –selalu- kutunda karena maraton novel baru yang
sedang ku gandrungi.
“
Kebiasaan banget deh kamu. Minum kopi mulu tiap pagi. Ga sakit perut mu?”. Aku
nyengir membalas omelan kedua pagi ini, setelah Ibu. Fina justru sibuk sendiri
menyusun kertas- kertas yang dibawanya. Sesekali ia mengerutkan wajahnya dan
menghela nafas.
“
Ini namanya hemat bu guru, Makan siang sekalian sarapan pagi “ Aku menyambut
nasi goreng pesananku dari ibu kantin, “ Kamu ngapain ke kantin bawa- bawa print out gini? “.
“
Gini loh y, Pak Kepsek nih loh, minta aku buat nyerahin berkas secepatnya.
Ibuku neng kampung lagi sakit.
Rencananya aku mau berangkat ke Solo lusa nanti. Bisa kan kamu bantu bikin
sisanya, vy? “ Fina memasang puppy eyes
dan menyodorkan kertas itu kearah ku. Tanpa perlu memasang muka teraniaya
seperti itu aku juga sudah pasti menolongnya.
“
Hmmm “, aku mengangguk sambil mengunyah
telor dadar dan kerupuk nasi goreng “ Ibu mu sakit apa? kamu pulang aja ke
Solo, biar nanti sisanya aku yang bikin “. Fina memangku pipi dengan kedua
tangannya. Matanya terlihat berkaca- kaca. Ia menghela nafas panjang kemudian
menggelengkan kepala sambil terenyum. Seolah mengartikan ia baik- baik saja.
“
Semoga ibumu cepat sembuh ya. Kebetulan besok hari minggu, pasti aku bisalah
ngerjain tugas ini seharian. I have no
one to date. secara anak jomblo gitu loh ”
“
Bisa aja kamu, jodoh itu bisa datang dari mana aja. Siapa tahu kamu dapet jodoh
karena bikinin tugasku hehe “
“
Ya, jodoh dari hongkok kaya iklan mie instant tuh! “
“
Kamu ini, ga mau move on apa ya ? udah terlalu lama sendiri…” Fina menyanyikan
lagu kesukaannya – yang sebenernya mengejek ku- sambil beranjak pergi dengan kiss bye ala- ala remaja alay jaman
sekarang.
“
Lah situ aja sendiri, pake nasehatin orang “, aku menatap sinis ke arahnya dan
mengikutinya pergi meninggalkan kantin.
Kembali
kepekerjaanku sebagai guru bahasa. Mengajarkan anak – anak yang serba ingin
tahu ini tentang indahnya seni bahasa. Jumlah mereka tidak terlalu banyak
sehingga akuu tidak perlu mengeluarkan suara super besar. Kuperhatikan setiap
sudut kelas dan mengingat masa sekolahku dulu. Menjadi remaja yang periang,
namun pendiam. Aku tidak terlalu pandai mengekspresikan perasaanku, terutama
kepada seorang laki- laki. Lihat anak di sudut kanan kelas ini, pacaran jaman
sekarang sudah sangat modern. Saling mensuport satu sama lain di kelas. Melihat
mereka saling mengajari satu sama lain membuat aku iri sekaligus jijik, bisa-
bisanya di depan ibu guru yang notabennya –jomblo- ini malah pacaran. Rrrrr.
GULA
Kertas
origami orange ini masih belum berubah menjadi bentuk yang diajarkan. Aku sudah
mulai menyerah karena tertinggal jauh dari instruksi ibu guru. Rasanya hampir
mati dendam aku karena kertas ini yang kelihatannya ga mau nurut, salah mulu.
“
Ini buat kamu ! ”
Aku kaget mendengar suara
anak laki-laki yang duduk tepat di depan mejaku. “ Kenapa kamu kasih ke aku? “
“
Punya mu jelek banget sih, kamu bego ya? Haha “ Oloknya, suaranya terdengar
tegas tapi sangat lembut seakan cuma aku yang mendengarnya bicara. Entah kenapa
hatiku merasa hangat, jantungku berdetak dan sulit untuk tidak mempertanyakan
perasaan apa ini?
Olokan
sederhana itu membawaku semakin ingin mengenal laki- laki ini. Semakin hari aku
semakin ingin mencari tahu siapa dan bagaimana dia. Setiap pertanyaan yang
muncul semakin membawaku jatuh kedalam perasaan aneh yang terasa hangat dan
penuh kegugupan. Setiap gerakan dan tindakannya membuatku candu dan tak bisa
melepas kebiasaan kepo yang muncul
diluar kendaliku.
Suara printer tua tiga generasi keturunan aa’,aku dan dek elen menyadarkanku dari
lamunan masa lalu. Ku teguk lagi kopi hangatku sambil memperhatikan jam di
kamar. “ Sudah sepagi ini masih belum tidur ? ga ada yang peduli juga sih ya,
ga punya pasangan yang bakal bilang – sayang jangan bobo malem – malem ya – “
aku ngomong sendiri sambil meringis geli. Seketika pandanganku tertuju kearah
gantungan konyol yang ada di meja kerja. Kertas origami orange itu sudah
terlihat lusuh sekali, sudah layak di buang. Setiap kali Fina kerumah, dia
pasti tertawa melihat pajangan jadul itu.
Fina sering bertanya kenapa aku menyimpan “sampah” itu.
Aku mengatakan bahwa seseorang sudah memberikannya dan aku harus menjaganya
tapi Fina bilang, di dunia ini tidak ada sesuatu yang tetap sama. Pohon akan
tumbuh, bunga akan mekar, air akan mengalir dan udara akan berganti. Tidak akan
ada orang yang sama apalagi untuk waktu yang cukup lama.
Entah kenapa rasanya susah sekali melupakan perasaan yang
aku sendiri tidak bisa menjelaskannya. Sering sekali aku mencoba untuk berhenti
memikirkan anak itu, perasaan itu hilang namun perasaan yang baru untuk orang
baru sulit sekali muncul. Menghapus perasaan untuknya sama saja dengan membuat
ku menghapus semua perasaanku. Lama aku melamun, tanpa menyadari Fina menelpon.
“
Kenapa Fin? kok malam- malam telpon? “ aku kaget sekali, biasanya telpon malam
hari pertanda yang tidak baik. “ Vy, aku mau minta tolong, ibu ku masuk ruangan
ICU malam ini. Aku perlu tambahan biaya karena mamasku baru pada pulang besok
siang“, aku merasakan suara Fina yang lirih dan gemetar “ Astaufirullah, jadi
gimana dong? perlu transfer sekarang nih ? “ aku berdiri dan mulai bergerak tak
karuan ke kiri dan kanan mencari kunci mobil dan dompet secepat mungkin “ Ga
usah vy, besok pagi aja. Siangnya udah tak
balikin uang mu ya vy. Makasih banyak ya Vy, aku ga tahu harus minta tolong
siapa lagi. Aku cemas banget ini “ Fina mulai menangis di telpon “ Santai aja
Fin, besok aku kirimin. Sms aja ya nomor rekeningmu. Kamu yang sabar ya.
Kabarin aku kalo ada berita apa biar nanti aku susul ke Solo “, aku duduk dan
diam menutup telpon, kasian Fina, untung tabungan masih cukup buat bantuin
ibunya. Aku langsung teringat ibu di rumah. Semoga ibu selalu sehat.
Di rumahku, ibu tinggal bersama adik bungsuku Zeleny.
Kakakku dan istrinya tinggal agak sedikit jauh dari rumah kami. Leny adalah
adik perempuan ku satu- satunya yang paling sering aku ajak berkelahi, terutama
untuk urusan nama. Zeleny dalam bahasa rusia artinya hijau, aku sering
mengatakan pada ibu untuk menukar nama kami karena you know, this name not suit me well !
Pagi ini saat jam istirahat di sekolah, aku melarikan
diri dan pergi ke bank. Antrian cukup panjang, karena harus transfer ke bank
yang berbeda aku memilih untuk setoran tunai ke teller. Kulihat samar lelaki tinggi yang sedang bertugas pagi ini
membantu para nasabahnya. Suaranya lembut sekali namun aku bisa mendengarnya
mengucapkan selamat jalan. Antrian semakin maju, aku mulai berada di barisan
depan. Kulihat nama pegawai bank itu, Aditya.
Aku
merasakan nama itu terlalu akrab di telingaku. Selagi masih di Indonesia, aku
rasa ada berjuta orang yang memiliki nama aditya. Lamunanku panjang hingga tak
sadar aku berada di antrian terdepan. “ Selamat pagi, Ada yang bisa di bantu
ibu? “, aku melihat si pegawai bank. Otaku bekerja lebih cepat dari pada
biasanya. aku mulai mengingat wajah pegawai bank yang rasanya tidak asing.
Badannya tegap tinggi dengan kemeja biru muda yang rapid an wangi. Matanya
pegawai bank itu menyipit mengenangku. aku terdiam dan -yakin sekali- wajahku
pasti sangat merah“ Bian? kamu Bian kan? “ aku mencoba memulai obrolan di tempat
yang kurang pas, menurutku. Ku serahkan slip setoran sambil tetap memperhatikan
wajahnya.
“
Ah, si kacamata! wah udah lama ga ketemu nih. Kerja dimana sekarang? “, sesuai
dengan dugaanku dia pasti lupa namaku. Aku memberikan ekspresi penolakan atas
sapaannya yang terdengar apa- apaan dan menjawab pertanyaannya “ Ya, namaku
Rozovy, bukan si kacamata! Aku sekarang jadi guru di sma sekitar sini “ aku
memancungkan mulut agar dia tahu kekesalanku. Bian tersenyum manis melihat
tingkahku “ ya Tuhan, senyumnya ! “ hatiku berteriak bersamaan dengan rona
merah di pipi.
Kulihat
ia sesekali menatap ku dan tersenyum kemudian kembali fokus mengerjakan
pekerjaannya, “ Ini slipnya ibu kacamata, Ada lagi yang bisa saya bantu? “ ucapnya
mengakhiri transaksiku, Aku menggeleng dan melipat bibirku. Antara senang dan
malu menjadi satu. Kuambil slip transaksiku dari tangannya yang kekar. Mataku
bergerak menjalar dari ujung jari sampai ke bahunya yang bidang. Kemudian
mataku kembali menatap wajahnya, lagi “ Hati- hati di jalan ya ibu kacamata. Sampai
ketemu lagi “ Bisiknya sambil melambaikan tangan.
Aku
tersenyum mengangguk, mengartikan terima kasih. Berpaling dari hadapannya dan
berjalan keluar menuju parkiran mobil. Setiap hentakan heels sepatuku membuat
irama yang indah dengan jantungku yang berdegup kencang. “ Oh My God! meleleh
nih ! rasanya pengen banget nelpon Fina terus bilang makasih udah minta aku
transfer uang ! “
Sepanjang jalan pulang ke sekolah, rasanya semua jenis
bunga bertaburan di jalan. Hari ini akan menjadi hari yang paling manis seumur
hidupku. Bertemu dengan kawan lama, yang sebenarnya juga sudah lama ku kagumi.
Si pembuat gantungan origami di kamarku, Aditya Bian Pratama.
ONE
SIDE LOVE, RIGHT
Sudah 4 hari Fina cuti kerja. Rasanya sekolah sepi
sekali, semoga ibunya cepat sembuh. Memikirkan ibu Fina jadi ingat amanah ibu
untuk pulang minggu depan. Tiket pesawat harus dibeli jauh- jauh hari. Susah sekali untuk meliburkan diri dari
pekerjaan, untung saja aku sudah lama tidak cuti bahkan pulang kampung. Cuma
karena ulang tahun pangeran kecil dirumah, semua harus hadir termasuklah
tantenya yang bekerja nan jauh disini – ya,aku-
Kuputuskan
untuk menelpon kakak ku di rumah, harus dong aku minta uang transport hehe
“
Halo, Assalammualaikum ”
“
Walaikumsalam a’. Besok rencananya Ovy mau beli tiket pulang “ kataku dengan
nada mengadu, “ Iya. Ibu udah kangen sama kamu “ kakak menjawab seadanya “ Aa’
jangan pura- pura bego deh. Minta ganti duit transport ya a’ ” yeay, langsung
to the point ajalah ya, males banget basa basi. Apalagi sama kakak yang kurang
peka ini “ Iya nanti Aa’ ganti. bawa oleh- oleh ya. Kalo bisa bawa pasangan
juga! “ jawaban ini terasa lebih pedas dari
pada sambal teri buatan bude Mul “ Ngeledek banget! iya lah entar aku
bawain oleh- oleh tapi ga banyak! “, Ih, bete banget ngomong sama kakak yang ga
ada pengertiannya sama sekali. Yah, walaupun ngangenin juga. Kakak ku bekerja
di sebuah mal besar di kotaku. Anak pertamanya, Abi akan mengadakan pesta ulang
tahun. Karena bocah inilah aku harus pulang kampung.
Sore ini pekerjaan di sekolah lebih banyak dari biasanya.
Ditambah lagi ketidakhadiran Fina yang akhirnya membuat pekerjaanku jadi
mengganda. Syukurlah ibunya sudah mulai membaik dan dia berencana pulang ke
Yogya beberapa hari lagi. Pas sekali dengan momen pulang kampungku. Semoga
kesusahanku juga akan dirasakannya –hehehe-
Aku bergegas pergi ke tempat penjualan tiket. Kulihat jam
di handphone menunjukan pukul setengah delapan malam, semoga mereka masih
membuka toko. Aku agak malas membeli tiket via online, berasa ribet banget
gitu. Sesampai di tempat penjualan tiket, aku langsung menjelaskan tujuan dan
memilih jam keberangkatan. Simple dan cepat, sekarang aku hanya perlu membayar.
Ingin sekali urusan ini segera selesai, perutku lapar sekali karena belum
sempat makan malam.
“
Mbak, maaf banget printer kami agak sedikit eror. Mbak mohon tunggu sebentar ya
“ Ya Tuhan, ada aja hambatan buat nunggu. Aku bahkan tidak sempat menjawab
pernyataan si pegawai. Kudengar seseorang membuka pintu toko dengan suara
tergesah- gesah. Ternyata malam begini ada juga orang yang lebih buru- buru
dari pada aku. Aku beranjak pindah ke kursi tunggu di sudut ruangan.
“
Maaf mbak, disini bisa beli tiket kereta ? “ Suara laki- laki. Aku tidak
terlalu perduli untuk melihatnya. Perutku lapar dan wajahku sudah berlipat-
lipat cemberut menunggu kepastian si printer. Aku duduk tertunduk memainkan
handpone. Laki- laki itu kemudian menjelaskan tujuan dan tanggal
keberangkatannya. Akhir kata, si pegawai juga menyuruhnya untuk menunggu sampai
printer mereka diperbaiki.
“
Kenapa mukamu cemberut ? “ pertanyaan itu sepertinya ditujukan kepada ku. Tiba-
tiba seseorang menghampiri dan duduk disebelah ku. “ Pasti karna harus nunggu
printernya bener dulu ya? “ laki – laki ini berbisik pelan agar tak terdengar
pegawai toko. Kuangkat wajahku yang dari tadi fokus melihat handpohen “ Bian? “
dia lagi. Aku sampai kaget melihatnya dari jarak sedekat ini, setelah sekian
lama kami tak pernah bertemu. “ Pesen tiket apa? udah dari tadi ya ampe muka
mengkerut gitu “ ia menggulung lengan bajunya dan melihat ke arahku tajam. “
Nng, bukan kok. Aku baru pulang kerja. Jadi agak capek aja nih! “ aku menutup
pandangannya dengan tanganku. Berharap dia tidak melihat ekspresi wajahku yang
rasanya mulai panas.
“
Kirain karna belum makan. Biasanya kamu mengkerut gitu kalo lagi laper kan? “
Dia berkata seolah membaca pikiranku. Aku melihatnya sambil menggigit bibirku.
Memasang ekspresi seolah tidak terima dengan apa yang diucapkannya.
“
Mbak, Mas. Ini semua print tiketnya udah selesai. maaf menunggu lama” suara si
pegawai toko membuat Bian berdiri kaget. “ Oh, iya mbak. Makasih ya” segera ia
mengambil kertas itu dan membaginya padaku “ kamu mau pulang ? kalo ada waktu
kita makan bareng dulu aja “ ia berkata sambil berjalan mengambil tasnya yang
di letakan di sebelah ku. Badannya membungkuk dan aku memandanginya tanpa
berkedip “ Mau ga? “ ia bertanya lagi. Aku merasa dia melihat wajahku yang
–pasti- kelihatan bodoh sekali. “ Haha, kamu pasti capek banget ya sampe
bengong gitu. Ya udah deh, pulang aja. Besok kalo kamu ada waktu kamu bisa
hubungin aku. Aku udah kangen banget sama temen- temen sma kita” Ah, terlambat
aku menjawab tawaran makan malam bersamanya. Ia menyerahkan nomor telponnya
kepadaku. Aku hanya bisa mengangguk.
Kami berjalan ke luar toko
menuju parkiran mobil. Ia menemani ku sampai ke mobil dan membukakan pintu
untukku “ Mm, Makasih ya” aku hanya bisa
bekata terimakasih. Ia tersenyum dan meninggalkanku menuju ke mobilnya. Malam
ini aku harap bisa tidur nyenyak.
Samar-
samar kulihat keadaan kamar yang berantakan. Aku mencoba mengingat mimpi yang
baru saja aku alami, mimpi atau justru kenyataan yang seperti mimpi. Kututup
wajahku dengan bantal menenggelamkan malu yang entah malu kepada siapa. Aku
mencoba untuk meyakinkan diriku, ini kesempatan baik untuk memulai keadaan yang
baru. Aku harus mencari tahu arti dari perasaan gundah yang terkadang bercampur
perih. Keheningan yang pernah aku jaga selama lebih dari lima tahun harus
berakhir. Tidak ada lagi hal yang perlu aku sembunyikan darinya. Tidak ada lagi
ketakutan yang harus aku hindari.
Aku duduk merenggangkan otot- otot tubuhku. Mencuci muka
dan sikat gigi sambil melihat kea rah cermin. Kulihat dalam- dalam siapa aku
dan apa yang sebenarnya ingin aku rasakan. Perasaan aneh yang terjebak di
hatiku semakin memberontak saat aku bertemu dengannya, laki- laki yang pernah
memberikan kehangatan yang mungkin kurasakan sepihak. Aku menahan nafas
sejenak, mencoba membuat keputusan. Sesaat setelahnya, ku selesaikan kegiatanku
dan kembali menatap tangguh ke cermin “ Aku harus memulainya! “
Cinta tidak pernah bisa diartikan. Jika cinta bisa
diartikan, akan membutuhukan banyak kata untuk mengartikannya. Cinta itu diam,
bukan karena cinta tidak bisa bicara tapi karena cinta tidak bermulut. Jika cinta
bermulut, terlalu banyak kebohongan yang dikatakannya, bukan karena cinta itu
tidak jujur tapi karena mulut tidak ingin cinta terluka dengan kenyataan.
Untuk pertama kalinya aku meyakinkan diriku dengan apa
yang harus aku lakukan, aku harus mengungkapkan perasaanku. Aku duduk di kursi
makan mengaduk coklat panas dan melirik nomor telpon Bian. Ku tekan setiap
nomornya satu persatu kemudian mencoba mengirimkan pesan singkat padanya.
Berkali- kali aku menyusun kalimat demi kalimat untuk mengajaknya pergi. Ku
tulis dan ku hapus berkali- kali sampai akhirnya aku hanya mengirimkan pesan “
Bi, ini aku Ovy. Kamu ada waktu hari ini? “ Ku lemparkan handphone ku ke atas
tempat tidur. Ku tenggelamkan wajahku di antara lipatan kedua tanganku di atas
meja. Malu sekali.
Saat itu jam menunjukan pukul 9 pagi. Sudah satu jam
berlalu sejak aku mengirimkan sms ke Bian. Kenapa dia tidak membalas ? Pasti
anak bodoh itu sedang pergi dengan pacarnya ! aku saja yang idiot kenapa masih
saja mengirimkan sms kepadanya ! aku menyedu ramen instan di meja. Ku angkat
satu kaki ku di atas kursi dan mengetuk ngetuk meja dengan jari tangan. Saat
ini aku benar- benar kesal atau tepatnya kecewa. Inikah perasaan kecewa karena
cinta?
Ku seruput habis kuah ramen dalam cup instan sampai
habis. Belum sempat aku meneguk air putih di gelas yang ku genggam saat
handphone ku bordering kencang. Aku hampir saja tersedak, ku lihat nomor telpon
yang menghubungiku. Tidak terdaftar. Siapa ya?
“ Halo, Vy ? halo? sorry banget Vy aku baru bangun nih “
suara serak seorang laki- laki muncul dari telponku. “ Halo? maaf banget ya aku
telat balesnya. Halo Vy? “ lama akal ku mencerna kata demi kata yang di
ucapkannya “ Eh, iya Bi, gak apa – apa kok. Santai aja, aku juga tadi lagi ada
kerjaan” padahal sudah berjam- jam aku
menunggu balasan sms darimu, laki- laki selalu begitu. “ Oh, syukur deh. Kamu
udah sarapan? kita sarapan bareng aja. Kebetulan aku lagi ga ada kerjaan hari
ini “ sarapan? ini sudah pukul 10 lewat dia bilang sarapan?. Aku menukar posisi
handphone sambil menghela nafas “ Hhm, boleh juga “ aku tetap tidak bisa marah,
padahal biasanya aku bisa teriak atau membentaknya saat masa sekolah dulu. Bian
sering sekali bolos kerja kelomok dengan alasan ketiduran. Klise! “ Oke, 10
menit lagi aku siap- siap. Kamu aku jemput di rumah ya. Kirimkan aku alamat
rumah mu ” benar saja Tuhan sudah memberikan jalan kepada niat ku. Akhirnya aku
bersiap mempercantik diri dari ujung kaki ke kepala.
Ku kenakan jilbab terbaik ku. Parfume branded yang jarang
sekali aku pakai hari ini ku semprotkan ke seluruh tubuh. Dandanan minimalis
kesukaan dengan kosmetik kesayanganku yang paling mahal ku kenakan sedemikian
rupa. Setelah siap semuanya, aku menunggu Bian di depan kostan. Sial sekali
pagi ini bude Sri sedang menyapu teras rumahnya yang kebetulan berada tak jauh
dari kost- kostan kami. Bude Sri melambaikan tangan dari kejauhan dan berteriak
“ Mau kemana mbakyu ? “ aku tersenyum dan beranjak menghampirinya. Bude Sri
sudah seperti ibuku sendiri. Aku harus berpamitan karena besok sudah harus
pulang kampung. “ Bude, besok saya pulang ke Palembang “ ku salami tangannya
dan ia mengelus lenganku “ Oh, enggeh,
hari ini mau beli oleh- oleh yo ?
salam buat ibu nang rumah ya nduk “ logat bude kadang membuatku geli,
belum terbiasa mungkin “ Iya bude. Nanti saya sampein “ tak lama setelah
percakapan singkat itu, Bian datang dengan mobil sportnya. Ia membuka pintu
mobil dan turun sambil melihat sekitar.
Gayanya sangat elegant, santai berkelas dan yang pasti
selalu membuat aku tak bisa banyak bicara. “ Bude, saya pergi dulu. Sudah di
jemput sama teman “ bude mengangguk dan melihat kea rah Bian, “ Ganteng ya
pacar mu Vy “ kalimat bude membuat aku sesak nafas “ Assalammualaikum, bu “
Bian menyapaku dan bude Sri “ Waalaikumsalam” , “ Saya Bian bu. Saya izin
permisi dulu sama Ovy ya bu “ Bian meminta izin bude untuk pergi bersamaku.
Harusnya dia bicara begitu dengan ibu dirumah. Aku cuma tersenyum bisa
tersenyum melambai ke arah bude Sri dan berjalan menuju mobil Bian. Seperti
biasa, ia membukakan pintu mobil dan mempersilakan aku masuk kedalam.
“ Jadi, kita mau makan apa nih ? “ katanya memulai
pembicaraan, “ Terserah kamu aja “ kulihat ekspresinya kurang setuju dengan
jawabanku, “ Kalo gitu aku ajak makan nasi goreng mau ya? “ ia bertanya sambil
menaruh wajahnya di sampingku “ Hmmm, iya terserah kamu” aku kembali speechless seperti biasa. Ia kemudian
membawaku ke restoran sederhana yang tidak terlalu ramai, mungkin karena ini
masih pukul 11 tidak ada orang sarapan atau makan siang kecuali kami. “ Tumben
dandan, biasanya urak- urakan banget zaman sekolah dulu “ ia merebahkan
badannya di sandaran kursi dan melipat tangannya di dada “ Ya, manusia kan
pasti berubah Bi, kamu juga biasanya ga pernah bisa rapih “ aku membalas
walaupun tak berani melihat ke arahnya, “ Ya, kalo ga berubah gimana mau dapet
pacar haha “ ia tertawa seru sendiri “ kamu belum punya pacar ? “ spontan ku
tanyakan masalah sakral itu sambil melihat wajahnya. Sangat kuperhatikan alis
matanya yang tebal dan dagunya yang mungil. Matanya yang terlihat sangat cocok
dengan wajahnya yang manis, menurutku. “ aku masih menunggu seseorang, kamu
sendiri? “ Bian menjawab sambil mendekatkan tubuhnya kea rah meja, wajahnya
makin jelas terlihat dekat dengan mataku. Tapi saat itu, aku belum bisa mencerna
pertanyaannya, dia menunggu seseorang ? siapa ?, “ Vy, makanan udah dateng nih.
Makan dulu yuk aku laper nih “ sepertinya nasi goreng lebih menarik dari pada
jawabanku tentang pacar. “ Ngomong – ngomong kamu ada rencana mau ke mana habis
makan? “ ia kembali bertanya, “ Hhm, aku mau beli oleh- oleh dank ado buat anak
kakak ku. Besok rencananya aku mau pulang “ , “ Oh, Kakak mu udah punya anak
ya? Wah, boleh deh nanti aku sekalian titip kado ya buat keponakan kamu “ sok
asik banget langsung mau titip kado buat ponakan aku. Tapi ya, akhirnya ada
kesempatan lagi untuk jalan bareng. Senangnya.
“ Makasih yah udah nemenin aku belanja. Aku traktir deh
kamu mau makan apa? “ aku menanyakan Bian apa yang ia mau setelah menemaniku
berbelanja oleh- oleh dank ado untuk keponakanku. Selepas makan siang tadi,
kami pergi ke toko mainan anak- anak. Dengan cekatan ia memilih mainan anak
laki- laki berusia 2 tahun. Tidak satu momenpun yang dilewatinya tanpa
senyuman. Bian memang ramah senyum dan lucu. Keakraban kami memang sudah lama
merenggang sejak kami tamat SMA. Biasanya, orang- orang yang tak mengenal kami
selalu mengira bahwa kami adalah pasangan kekasih – walaupun sebenarnya aku
berharap demikian –.
“ Aku mau kamu belikan aku es krim! “ Bian menunjukan
jari telunjuknya ke hidungku sambil meminta es krim, aku mengurangi jarak
wajahku dari jarinya “ Oke, kita ke kedai es krim “ ia tersenyum mendengar
persetujuanku. Kebiasaan lama, es krim. Bian memang santai seperti anak- anak
yang tak pernah dewasa. Itulah yang kusuka darinya. Aku merasa sama, meskipun
belum tentu dia merasakannya. Kami berjalan sejajar dengan jarak yang dekat dan
langkah yang sama. Aku bisa merasakan lenganku sesekali bersinggungan
dengannya. Bian membawakan semua belanjaanku, sangat lelaki.
“ Sekali lagi makasih banget udah nemenin aku belanja. “
aku memulai pembicaraan baru setelah memesan es krim coklat dan blueberry. “
Iya, kita kan udah lama ga ketemu. Mumpung ada waktu ya kenapa engga. Jangan
sungkan kalo kamu mau minta tolong sama aku, telpon aja yah Vy “ Bian
menghangatkan suasana kami yang agak kaku, aku benar- benar kehilangan
kemampuan bicara. “ Kamu masih suka baca komik? “ hah? kaget aku mendengarnya
bertanya tentang apa yang pernah menyatukan kami, “ Sometimes, aku ga punya
waktu untuk baca yang begituan. Aku harus ngajar dari senin sampe sabtu dan
banyak berkas yang ku urus setiap malam minggunya “ aku menjawab sambil
mengaduk- aduk es krim coklatku. Bian menatapku geli, “ Syukur deh ya kamu
belum punya pacar, jadi malem minggu aja bisa kerja juga haha “ aku benar-
benar merindukan suara tertawanya. “ Kamu sendiri ? memangnya masih suka baca-
baca komik? ” aku balas bertanya sambil memangku pipiku dengan tangan kanan.
Bian menjulurkan tangannya ke wajahku, jarinya yang
lembut mengusap bibirku “ Laki –laki sepertiku jarang sekali bisa berubah Vy,
kalau sudah suka ya suka saja “ ia membersihkan es krim yang menempel di
bibirku. Laki – laki seperti dirinya tidak pernah berubah, sama seperti
perasaanku padanya. “ Bi, jangan terlalu manis “ Bian mengeluarkan eskpresi
bertanya dengan alis dan keningnya “ Jangan membuatku semakin menyukai mu “
kembali ia mengeluarkan ekspresi bingung “ Kok kamu melamun ? “ ah, aku melamun
lagi. Terlalu banyak khayalanku hari ini. Aku tidak akan bisa memaafkan diri
sendri jika saja mengatakan kata – kata itu kepadanya. “ Ah, maaf aku inget
sesuatu tadi. Jadi kamu tadi lagi ngomong apa? “ aku mencari alasan “ Haha,
kamu makin lama makin lucu aja. Eh, aku lagi galau nih! “ Bian membuat obrolan
baru, dari dulu aku selalu menjadi ladang curhat buatnya. Ternyata pekerjaan
itu masih harus ku tanggung setelah bertahun- thaun tak bertemu, “ Hhmm, kenapa
? “ aku melihat wajahnya yang memerah, apa dia sedang jatuh cinta? lalu
bagaimana dengan perasaanku?
SUGAR
FREE
Pagi ini aku bersiap – siap berangkat pulang. Kusiapkan
semua barang bawaanku di depan pintu rumah menunggu taksi jemputan. Aku
berpamitan pada bude Sri dan mengatakan lama kepergianku nanti. Hari ini Bian
tidak mengantarku ke bandara, ia tidak bekerja tapi katanya ada seseorang yang
harus di jemputnya. Aku tidak terlalu perduli siapa dia, Bian membuat
perasaanku beberapa minggu ini bercampur aduk. Tak lama berselang, taksi datang
menghampiriku. Perjalanan terasa lebih cepat karena hari ini hari minggu pagi.
Ku kirimkan pesan singkat kepada Bian yang mengatakan bahwa aku sudah di jalan
menuju bandara. Tak lama setelahnya, ia membalas smsku “ Take care, salam buat
keluarga disana dan happy birthday buat keponakanmu” kepeduliannya membuatku
semakin jatuh ke dalam perasaan yang menurutku tak bernama.
Dalam beberapa jam saja aku sudah berada di kota tempat
ku tumbuh besar. Aku mencari taksi dan segera pergi menuju rumah. Disini aku
bisa bebas kemana saja tanpa takut kesasar.
Kuperhatikan setiap sudut dan lekuk kota yang semakin molek dan cantik,
terkadang aku merindukan tempat ini. Terutama tempat dimana aku sering bermain
dengan teman - teman dan juga Bian. Tanpa terasa aku sudah tiba di rumah. Semua
tampak sama seperti biasa, hanya saja kali ini banyak ornament – ornament acara
ulang tahun anak - anak. Leny
menyambutku dengan pelukan rindu, ku lihat ibu dan keponakanku mengintip dari
balik pintu. Inilah rumah, tempat dimana perasaan dalam hati ini menghangatkan
seluruh tubuh. Kucium ibuku dan memeluknya dengan perasaan senang dan rindu.
Kulihat anak laki – laki mungil yang melihatku dengan tatapan bingung seakan
mempertanyakan siapa aku. Kakak iparku segera menyuruhnya untuk mencium
tanganku, aku ingat dengan kado dari Bian dan segera mengambilnya.
“ Ini tante bawa kado buat kamu “ ku ulurkan dua kado
besar yang kami beli kemarin, kulihat ekspresi bocah ini yang sangat
menginginkannya namun takut untuk mendekat. “ Ayo ambil, dek “ ibunya mencoba
mengakrabkan kami. Seketika ia maju berjalan tertatih dan mengambil mainan ini,
dipeluknya erat dan dibawanya pergi ke pojokan ruangan. Semua orang tertawa
melihat tingkahnya. “ Kadonya kok ada dua ? pasti yang satu lagi dari pacar kak
Ovy yaa “ pertanyaan nakal Leny membuat ibu mengerutkan kening, “ Kenapa ga
kamu ajak kesini sekalian ? “ ibu malah bertanya sambil senyumm- senyum, seram
menurutku. Aku langsung naik ke kamar atas membawa semua barang – barangku.
Setelah mengganti baju, aku merebahkan badanku di atas
tempat tidur. Ku aktifkan kembali handphone ku yang tadi kumatikan di pesawat.
Aku kembali memikirkan kata – kata Bian kemarin sore mengenai perasaannya
terhadap seseorang. Aku terlalu terbiasa mendengarnya menceritakan tentang
perasaan sukanya kepada orang lain dan bukan aku. Aku tidak merasa sakit hati
atau terluka. Aku lebih takut kehilangan dia sebagai sahabatku daripada
kehilangan dia karena kebodohan ku mencintainya. Apakah kali ini aku harus
menunggu lagi ? apakah kali ini harusnya segera ku ungkapkan perasaanku yang
sebenarnya ? sebelum semuanya terlambat seperti kejadian – kejadian lalu ? atau
mungkin, haruskah aku melepaskannya, lagi. Kututup mataku dengan kedua tangan,
aku benar- benar ingin jatuh kedalam kesendirian sebelum akhirnya suara gaduh
di lantai bawah menyadakan lamunan ku.
Sore ini tepat pukul 3, pesta perayaan ulang tahun
pengeran kecil akan diselenggarakan. Aku, dengan sangat terpaksa juga harus
ikut membantu persiapan pesta. Mengecek nasi bento untuk makanan para tamu
kecil, mengisi bingkisan tamu, menyusun cup cake untuk cemilan, mendekor ruang
tamu dan banyak sekali hal lain yang tidak pernah aku lakukan saat berulang
tahun dulu. Saat aku melihat keluar pintu kakak ku sedang berbicara dengan
baymax, salah satu karakter di film anak – anak. Lucu juga ada baymax disini,
bisa diminta foto – foto hihi. Setiap tamu yang datang memeluk badut lucu itu.
Kelihatannya badut ini sangat akrab dengan anak kecil.
Acara dimulai, para tamu asik menyantap bento yang kami
persiapkan untuk makanan sore. Momen ini aku manfaatkan untuk mendekati si
baymax yang sedang sendirian diluar. “ Halo, boleh minta foto? “ aku bertanya
sambil menunjukan tongsis dan handphone ku, si baymax mengangguk. Ku ulurkan
tongsisku dan mulai berfoto, bahkan ia merangkulku saat kami berfoto lucu
sekali. Ku peluk ia dan meminta seseorang untuk memotret kami, akhirnya banyak
juga ibu – ibu yang minta foto hehe.
Akhirnya acara selesai pukul setengahh 5 sore, semua tamu
pulang dengan wajah gembira. Kakak memintaku untuk membawakan cemilan kepada si
baymax. Ku bawakan beberapa kue, biscuit dan bento anak- anak yang tadi ku
buat. Aku lihat ia sedang duduk di teras sambil mengibas – ngibaskan secarik
kertas, mungkin karena panas. “ Ini ada kue dan makanan, silakan dimakan dulu “
aku meletakan makanan itu di sampingnya. Kulihat ia membuka topengnya dan menurunkan
resleting baju baymaxnya. Ternyata ia seorang laki – laki muda yang mungkin
masih lebih muda dariku.
“ Terimakasih mbak “ laki – laki itu menyapaku. Rasanya
malu sekali aku melihatnya, jika tadi tidak kupeluk dia mungkin aku tidak akan
semalu ini. “ Iya, mas “ aku memberanikn diri melihat wajahnya langsung, ia
seorang laki – laki berbadan kurus yang tegap dan tinggi. Kulitnya gelap,
mungkin karena dia pekerja keras. Wajahnya membuatku seakan telah mengenalnya
lama. Saat akan berbalik arah dan meninggalkannya, kakak ku datang dan
menangkap bahuku. “ Zul, kamu udah ketemu sama adik ku “ kakak menyeretku
kembali mendekati laki- laki itu. “ Oh, iy udah a’. Barusan tadi di anterin
makanan sama mbaknya. Baik bener. “ kakak melihatku sambil tersenyum, biasanya
kakak jarang sekali tersenyum kepadaku di depan orang asing “ Ini loh Vy,
kebetulan Azul ini mau merantau ke Yogya. Dia mau cari keluarganya disana.
Nanti kamu bantuin dia ya. Aa’ udah belikan tiket untuk dia” heh? apa – apaan
ini kok aku jadi terlibat? kakak ini berbuat baik tapi ngerepotin orang lain
juga. “ Memang keluarganya dimana ? terus nanti mau tinggal dimana ? “ aku
memasang wajah sinis. “ Saya minta maaf
mbak kalo ngerepotin, saya bisa sendiri kok a’ gak usah ngerepotin adeknya “
perasaannku jadi tidak enak mendengarnya bebicara seperti itu. Kasihan juga
pikirku “ Oh, yaudah deh nanti kamu saya cariin kost- kostan aja. Saya belum
tentu bisa bantu kamu karena disana saya kerja “ aku melembutkan nada bicaraku
padanya, ku pandangi wajah kakak dengan tatapan kesal dan kembali ke kamar
atas.
Ku lihat handphone ku yang sama sekali tidak ada
panggilan atau sms masuk. Aku merindukan Bian. Kukirimkan sms kepadanya dan
bertanya apa yang dilakukannya sekarang. Ku sampaikan juga bahwa keponakanku
menyukai kado ulang tahun pemberiannya. Lama tak ku terima balasan sms darinya
sampai aku tertidur. Saat terbangun kulihat jam sudah menunjukan pukul 11
malam. Rasa lapar membuatku membawa sisa bento tadi sore ke kamar sambil
memindahkan foto – foto hari ini ke laptop.
Kuperhatikan tiap - tiap foto hari ini sampai saat aku
melihat foto bersama badut baymax tadi sore yang super memalukan. Benar- benar
memalukan, terutama bagian dimana aku memeluknya dengan erat dan tersenyum. Ya
ampun. malu banget. Belum lagi laki – laki yang berkedok sebagai baymax itu
berusia lebih muda dariku. Siapa tadi namanya ? Zul ? ditambah lagi dengan
rencana kakak untuk membawanya bersama ku ke Yogya. Ya Tuhan rencanamu sungguh
berkelok – kelok.
Pagi hari kulihat sms dari Bian “ Sorry Vy, aku kemarin
sibuk seharian. Wah, syukurlah kalo keponakanmu suka. Salam buat keluarga ya “
keluarga katanya? seakan dia mau jadi keluargaku saja. Aku beranjak dari kamar
menuju ruang makan d bawah. Kulihat semua keluarga berkumpul dan menyantap
sarapan pagi bersama. “ Hari ini kita jalan – jalan ya, mumpung kak Ovy pulang
kerumah “ Leny merencanakan kegiatan
hari ini “ Aa’ hari ini kerja, kalian pergi sendiri aja berempat “ kakak
mengakhiri sarapannya dengan berpamitan pada ibu dan mencium istri dan anaknya,
sok romantis “ Ya, siapa juga yang mau aa’ ikut jalan “ aku mengejeknya “ kamu
ga usah nyetir, biar nanti aa’ telpon Azul biar dia yang bawa mobil. kalo ga
ada laki – laki kalian ga usah pergi “ kakak mulai mendiktator kami seperti
biasa. Ia bahkan menyuruh badut baymax untuk mengemudikan mobil. Kenapa harus
dia?
Akhir kata, aku, Leny, ibu, kakak ipar dan keponakan
mungilku berangkat juga bersama si badut baymax. Kami berangkat dari satu mal
ke mal lain, maklum saja disini masih sangat minim sekali taman hiburan. Kebetulan
sekali di salah satu mal yang kami datangi di kawasan angkatan 45, kami bertemu
dengan tante Indri dan keluarganya. Tante Indri adalah sepupu ibu, mereka
bercerita tentang kolam permainan air yang baru saja mereka datangi. Leny dan
beberapa sepupu kecil yang saat itu ikut langsung memutuskan untuk pergi
kesana, sedangkan ibu dan kakak iparku kembali kerumah bersama dengan tante
Indri yang sekalian ingin mampir.
Jujur saja aku tidak terlalu suka bermain air, rasanya
malas saja. Sebelum berangkat Leny dan beberapa kurcaci kecil ini membeli baju
ganti, aku seperti sedang terjebak dalam akal – akalan Leny agar dibelikan
baju. Sampai akhirnya kami tiba di lokasi kolam air itu. Banyak sekali
pengunjung saat itu, aku memilih untuk duduk di cafe yang berada sekitaran
kolam. Si badut baymax mengikutiku. Dia bilang tidak punya baju ganti untuk
main air. “ Mbak sendiri kenapa ga ikut main? “ dia malah bertanya kepadaku, “
lagi ga mood main air, panggil aja aku Ovy “ aku mengulurkan tanganku untuk
mengajaknya bersalaman. “ Ovy, aku Azul “ namanya aneh banget menurutku, jelek
dan kuno deh “ nama kamu minimalis banget ya? “ aku menahan tawa, “ Gitu? ini
bahasa spanyol tau. Nama ku Sielo Azul Valeyka. Orang tuaku asalnya dari sana “
aku tercengang mendengar namanya, bused dah itu nama sakral banget kayaknya. “
Terus kenapa kamu mau ke Yogya coba ? “ aku meluruskan arah dudukku menghadap
tepat didepannya. “ Mau tau banget kayaknya? “ Zul memakan kentang gorengnya
sambil tersenyum.
Anak ini benar – benar membuat aku malu, malu karena
telah memeluknya dan malu karena ingin tahu alasannya ke Yogya. Cepat – cepat
aku meluruskan maksudku bertanya, “ Ya, maksudku kalo niat kamu ke Yogya itu ga
masuk akall, buat apa kamu kesana kan? “ aku juga menyeruput ice coffeku. “ Aku
kesana mencari orang tua angkatku, beliau itu yang sudah membesarkan aku disini
“ apa maksdnya dia bilang orang tua angkat yang membesarkannya disini? “ Maksud
kamu? “ aku kembali memfokuskan mataku ke hadapannya. “ Aku tinggal dip anti
asuhan, orang tua kandungku meninggalkan aku disini. Aku ingin mencari orang
tua angkatku. Mereka sudah lama pidah ke Yogya dan aku baru mengetahuinya “ aku
kaget sekali mendengar ucapan laki – laki muda ini. Terlalu dramatis hidupnya,
biasaya yang begini aku aca di novel atau di adegan drama korea.
Setibanya dirumah aku memkirkan cerita Zul. Dia terlalu
hebat mengarang cerita sampai – sampai membuatku memikirkan nasibnya. Siapa dia
yang harus kupedulikan nasibnya? memikirkannya membuat aku ingin menanyakan
kabar Bian. Kuambil handphone ku dan mulai mencari kontaknya sampai sebuah sms
mengagetkanku. “ Vy, tolong bilang kakakmu kalo topiku ketinggalan di mobil “
ya ampun apaan lagi nih bocah “ bilang sendiri sana “ ku kirim lagi sms balasan
padanya. “ ya elah Vy segitunya : ( “ aku tertawa melihat is isms dari Zul,
sebenarnya sedikit kesal karena menurutku kurang penting dan modusan banget. Ku
balas lagi sms itu “ Kamu pikir aku pembantumu, bisa di suruh – suruh !“ aku
mengetiknya dengan nada bercanda. Tak ku perhatikan ada tanda seru di akhir
kalimat yang ku buat, rasanya takut jika ia tersinggung dengan ucapanku.
Lama kutunggu balasan sms dari Zul, sampai handphone ku
berbunyi dan Bian-lah yang mengirim pesan pada ku, “ Vy, kapan balik? kangen
nih aku pengen cerita sama kamu “ ah, malah bian yang sms. Aku benar – benar
takut Zul akan marah padaku. Ku kirim lagi sms pada Zul “ Heh kamu? kenapa kamu
ga balas sms ku? kamu marah ya ? “ aku menggigit bibirku dan menggenggam
handphone ku erat. Sampai satu jam aku menunggu dengan sabarnya. Kulihat jam
menunjukan pukul 7. Aku menahan laparku dan duduk di ranjang menatap sinis ke
handphone, tak lama handphoneku berbunyi. Zul menelpon ku, “ Halo ! lama banget
sih bales sms aja? “ aku langsung mengungkapkan kejenuhanku menunggunya. “ Ya
ampun, kenapa sih? aku lagi di teras
nih. Ngobrol sama kakak mu. Dititipin topi ga mau, ya aku kesini sendiri “ ya
Tuhan ternayat dia ada di rumah dari tadi ? and
I still waiting for him ? kulihat dari balkon kamarku ia sedang duduk manis
bersama kakak. Menyebalkan sekali, “ Aku mau makan dulu ! “ ku tutup telpon
sambil melihatnya tajam dari atas balkon.
Hari ini adalah hari keberangkatanku pulang ke Yogya,
tentunya bersama dengan si bocah menyebalkan itu. Ku kirimkan sms kepada Fina
mengenai keberangkatanku pulang “ Syukur deh kamu pulang, aku kangen banget
pengen curhat hihi. Hati – hati di jalan ya ” sms Fina membuatku makin rindu
dengan Yogya. Kulihat penumpang di sampingku ini sedang asik mendengarkan mp3, matanya
fokus memainkan game di tab. Menyebalkan
sekalli, semakin dilihat semakin menyebalkan. Setibanya di Yogya aku
menelpon Bian, setidaknya jika ada waktu dia bisa menjemputku dan mencari kamar
kost untuk Zul. Sayangnya Bian tidak mengangkat telpon sama sekali.
“ Pacar kamu mana ? ga jemput ? “ Zul bertanya melihat
ekspresi kekecewaanku setelah menelpon Bian. “ aku ga punya pacar “, dia
melepaskan handsfreenya dan mengerutkan kening, “ Masa sih ? “ aku melotot
melihatnya “ Kamu itu ya, kalo di kasi tahu ngeyel
banget “ ku tinggalkan ia dan kopernya menuju taksi. Ia tertawa sambil
mengikuti dari belakang. “ Kita makan dulu ya mbakyu, laper banget nih “ Zul
mengajakku makan, sembari menunggu balasan telpon Bian aku dan Zul makan di
salah satu restoran cepat saji disini.
“ Pacar kamu belum bales telpon kamu lagi ? “ ia mulai
mempertayakan lagi melihat raut wajahku yang kecewa, aku menggeleng menjawab
pertanyaannya, “ Dia bukan pacar, Cuma orang yang aku suka aja “ Zul
mengangguk, “ So, kenapa ga pacaran ? “ pertanyaannya seolah mencekikku “ Dia
ga tau perasaanku, dia juga sahabatku dan sekarang sepertinya lagi kasmaran “
aku menyenderkan badan ke kursi dan kembali memeriksa handphoneku, Zul tetap
mengangguk dan menikmati makanannya. Kulihat Fina mengirimkan pesan bahwa dia
akan menemaniku mencari kamar kost untuk Zul.
“ Hi Vy! “ Fina berseru dari pintu masuk restoran dan
berjalan menuju meja kami. “ Hi, eh. Kenalin ini temanku yang ku bilang tadi.
Dia mau cari kost – kostan disini “ aku memperkenalkan Fina dengan Zul. Setelah
bercerita sedikit dengan Zul, Fina menepuk pahaku dan berbisik, “ Eh aku punya
cerita baru nih ! “ wajahya tampak sangat senang , “ apaan ? seneng banget
kayaknya ? “ aku bersemangat mendengarnya bercerita, “ aku lagi deket sama
cowok ! “
PAHIT
Aku kepikiran dengan cerita Fina, dia bilang seseorang
yang baru dia kenal membuatnya jatuh hati. Walaupun hubungan mereka masih belum
telalu dekat, laki – laki itu seolah memberikan tanda – tanda untuk menjalani
hubungan yang serius senangnya jadi Fina. Aku jadi termotivasi untuk
mengungkapkan perasaanku. Sebaiknya secepatnya, sebelum Bian benar – benar
telah menyukai orang lain. Atau sebaiknya aku konsultasi dulu dengan Zul ?
sebagai seorang laki – laki dia pasti tahu bagaimana reaksi laki – laki yang
mendapatkan pernyataan cinta dari sahabat dekatnya.
Aku menelpon Zul untuk menjemputku di kostan, aku
membiarkan mobilku dibawanya sementara dia mencari orang tua angkatnya. Kami
pergi ke sebuah restoran. Saat itu kota Yogya di sirami gerimis halus, suasana
malamnya sangat dingin. Kulihat Zul menggunakan jaket tebal berwana merah
dengan kaos hitam. Gayanya sangat santai sekali, terlebih lagi matanya yang
sayu dengan bulu mata panjang dan hidung mancung. Eh, kenapa jadi bahas tentang
Zul ya.
“ Aku mau minta komentar kamu “ seseorang datang
menghampiri kami dan menanyakan pesanan kami , “ aku dengar curhatan kamu asal
kamu yang bayar makan “ Zul memberikan senyuman kuda menyebalkan dan mulai
memesan makanan. “ Oke, oke ! “ aku ikut memesan makanan yang sama dengannya,
sepertinya cocok sekali cuacah hujan seperti ini makan makanan hangat. “ Jadi
gimana menurut kamu, aku harus apa ? “ ku aduk – aduk sisa makananku di
mangkok, “ Telpon aja dia sekarang. Terus certain semuanya. Minta dia jemput
kamu disini dan antar kamu pulang “ dengan santainya dia menjawab sambil
melirik – lirik sisa ramen di mangkok yang dari tadi terus ku aduk.
“ bilang aja kamu males anter aku pulang kan ?! “ aku
memukulnya dengan handphoneku. Kulihat Bian mengirimkan pesan dan mengajakku
untuk bertemu, kok bisa ya?. “ Nah, ini momen yang pas buat kamu ! ini namanya
kode dari Tuhan. Kamu harusnya peka dong ! “ Zul menyeret mangkok ramenku dan
mulai menghabiskannya. Aku hanya menggeleng melihat tingkahya. Apakah yang di
katakana bocah kurang ajar ini benar ? kutarik nafas panjang dan membalas sms
Bian. Aku memintanya untuk menjemputku di tempat aku dan Zul berada sekarang.
Dengan bahagia dan sukacita Zul melambaikan tangan kepadaku dan berjalan ke
parkiran belakang. Tak berapa lama kemudian, Bian datang dan kami bergerak
pergi menuju sebuah café kecil.
“ Kamu sombong banget sms ku ga di bales waktu pulang
kampung kemarin “ Bian memulai percakapannya, “ sms yang mana ? kamu ga ada sms
aku kok? “ hampir mati bosan aku menunggu sms darimu. “ Masa ? mungkin operator
yang nyolong tu sms. Sebenarnya aku
pengen cerita nih sama kamu “ Sebelum aku mendengarnya aku mendengarnya bercerita tentang seseorang
yang sedang dikaguminya, aku memotong pembicaraannya “ Aku mau bilang sesuatu
sama kamu sebelum kamu mulai cerita, Bi “ aku metap wajahnya serius. Bian
tampaknya membalas keseriusanku dengan mengangguk, “Hhm, kamu tahu kan siapa
aku. Kita sudah lama saling kenal. Dan aku sudah lama menahan perasaanku ini.
Aku pengen kamu tahu siapa orang yang aku suka “ aku menundukan kepala, “ Aku
suka sama kamu, Bi “
“Kamu suka sama aku ? “ Bian memperjelas kalimatku. “
Gimana ceritanya Vy ? sudah berapa lama kamu suka sama aku? “ Bian melipat
kedua tangannya. Kulihat raut wajahnya berubah. “ Sejak pertama kali aku kenal
kamu, Bi “ aku benar – benar merasakan suasana saat ini berubah. “ Vy, aku mau
jujur sama kamu “ Bian memegang tanganku erat sekali “ Sebenarya aku juga suka sama kamu, tapi… “
aku meliriknya, “ Aku ga perlu kamu jadi pacarku atau apalah namanya, aku cuma
mau kamu tahu perasaanku. Rasanya terlalu sesak untuk aku rasain sendirian Bi “
Bian terlihat sangat kaget dan tidak tahu harus bicara apa. Akhirnya aku
memintanya untuk mengantarku pulang. Terlalu menyeramkan menurutku masih berada
di dekatnya saat ia tahu perasaanku yang sebenarnya.
Pagi ini aku merasa kurang enak badan, mungkin karena
semalam aku begadang karena tidak bisa tidur memikiran Bian. Perasaan yang
kurasakan sekarang lebih tepat jika disebut dengan perasaan bersalah. Ku kirim
pesan pada Zul untuk menjemputku pulang nanti. Aku hanya memberikan murid –
muridku tugas mengarang puisi. Kukatakan pada mereka , daripada membuang –
buang waktu memikirkan perasaan labil atau galau. Lebih baik perasaan itu di
ungkapkan menjadi sebuah karya seni seperti puisi. Mereka semua bersemangat
sekali mengerkjakan tugas kali ini. Aku hanya duduk dan memperhatikan wajah
mereka satu – satu. Kupastikan mereka semua serius mengerjakannya sampai
akhirnya tugas itu ku bawa pulang karena badanku sudah lelah sekali.
Kulihat beberapa siswi berdiri di ujung lobi kelas
mellihat kearah parkiran. Mereka tersenyum – senyum bahkan ada beberapa dari
mereka yang melompat – lompat kegirangan. “ Kalian kenapa disitu ? “ aku
bertanya sambil mencolek siswi – siswi sumringah ini, “ Eh bu Ovy. Itu loh bu,
ada mas – mas ganteng banget. Pacarnya siapa ya bu kira – kira? “ anak – anak
itu memaksaku melihat ke luar dan memperhatikan pria dengan kemeja putih
berdiri di dekat mobil sedannya. “ Bian ? “ aku kaget sekali melihat Bian ada di
sekolah, siswi – siswi itu bahkan melihat ke arahku bersamaan dan menuduhku
akulah penyebab kehadirannya disini. “ Eh, kalian ini, itu temen ibu. Kenapa
pada senyum – senyum ? “ aku kembali memperhatikannya. Kenapa Bian ada disini ?
Kalo dia memag datang untukku harusnya dia telpon dulu kan ?
Tak lama kemudian seorang perempuan datang
menghampirinya. Bian membukakan pintu untuk perempuan itu. Aku penasaran sekali
sampai tanpa sadar aku berjalan menuju mobil itu dan tanpa kusangka, Fina duduk
di dalam mobil sedan milik Bian dan mereka pergi meninggalkan ku tanpa sempat
aku menyapanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa harus Fina ? dan kenapa
harus Bian ? badanku makin lemas dan gemetar. Bahkan membawa kertas tugas para
muridpun aku tak sanggup. Perasaanku sangat kacau dan benar – benar ingin
pulang kerumah.
Pandanganku berkunang – kunang saat kusadari aku sudah
berada di dalam mobil bersama Zul. Dia menatapku dengan tatapan cemas, kulihat
sesekali dia melirik ku dan memegang keningku. Tanpa kusadari aku sudah berada
di kostan. Zul memapahku ke sofa dan merebahkan tubuhku. Ia cekatan mencari
handuk dan air dingin untuk mengompres kepalaku. Kurasa badanku saat ini sangat
panas sampai ia harus berkali – kali mengganti kain kompresku. “ Kamu mau makan
apa ? biar sekalian aku belikan makanan dan obat “ aku menggeleng, ku pejamkan
mataku dan berusaha tidur. Aku benar – benar lelah.
Aku terbangun saat kulihat jam menunjukan pukul 10 malam.
Kulihat Zul duduk dan tertidur di kursi. Aku berdiri mendakti meja makan untuk
mengambil segelas air, kulihat ia telah menyiapkan beberapa obat dan semangkuk
bubur untuk ku. Sebaiknya aku bangunkan saja ia, ini sudah terlalu malam. Takut
nanti ibu kost marah kalau tahu ada laki – laki menginap di rumah. Kudekati ia
dan mencoba membangunkannya, seketika perasaanku berubah. Lebih baik aku
biarkan ia tidur disini. Mungkin aku membutuhkannya besok.
Zul tiba – tiba saja terbangun dan melihat ke arahku
kaget, “ Kamu udah bangun Vy, itu aku beliin kamu bubur ayam sama obat. Sorry
banget deh kalo udah agak dingin. Kamu juga bangunnya lama banget jadi keburu
dingin “ Dengan cekatan Zul menyiapkan makan malamku dan beberapa obat penurun
panas. “ Kamu ga pulang ke kostan ? “ aku menarik kursi makan dan duduk , “
Kamu mau aku pulang sekarang terus ibu kost ngeliat ada laki – laki keluar dari
kostan anak perempuan jam setengah 11 malam ? “
hah, sialan. Anak ini bener – bener deh. “ Kalo gitu kamu jangan macem –
macem ya ! tuh tidur di sofa, nanti aku ambilin bantal ” aku bergerak ke kamar
dan mengambil beberapa bantal dan selimut. Walaupun nada bicaraku terdengar
kasar, Zul tetap saja tersenyum. Benar – benar menghangatkan perasaanku yang
sedang tak karuan.
“ Kamu udah makan? “ aku meliriknya yang sedang mencari –
cari acara bagus di tv, “ udah , tadi aku udah sempet makan sebelum kamu bangun
“ aku mengangguk sembari melanjutkan
makan, “ Kamu tadi kenapa? “ Zul merubah nada bicaranya, “ Kamu tadi sore
kenapa ? aku dengar dari beberapa muridmu kamu ngeliat Fina di jemput sama
temanmu? siapa dia? “ aku diam. Tetap melanjutkan makan dan pura – pura tidak
mendengarnya bicara. Zul tidak melanjutkan pertanyaannya. Kemudian di mematikan
tv dan tidur di sofa. Mungkin aku sudah mengecewakan kepeduliannya.
Cintaku
itu diam
Karena
dalam diam aku mencintaimu
Diam-diam
aku mencintaimu
Aku
mencoba mencintaimu diam-diam
Semakin
lama cinta ini semakin diam
Diam
dalam kediamanku
Tahu
kenapa aku tetap diam?
Karena
aku tak ingin hubungan ini berbeda
Setelah
aku tak lagi diam
Puisi salah seorang siswi membuatku terketuk, benar –
bear seolah mengungkapkan apa yang sedang aku rasakan. Pagi ini aku minta Zul
untuk mengantarkanku kesekolah, sebenarnya aku malas sekali datang. Zul bilang,
aku harus tetap semangat dan tanggung jawab dengan pekerjaanku. Setibanya di
sekolah, Fina datang menghampiriku. Aku benar – benar tidak ingin membahas
masalah kemarin. “ Vy, kamu udah enakan? aku dengar kabar katanya kamu pingsan
di sekolah kemarin sore “ aku tersenyum menjawab pertanyaannya. Seperti yang
kuduga, Fina benar – benar tidak tahu siapa laki – laki yang menjemputnya
pulang kemarin. “ Eh, siswi – siswi dikelasku pada nanyain pacar kamu tuh. Yang
kamarin dateng kesini terus ngegendong kamu kemobil. Sayang banget aku ga liat
tuh siapa laki – laki yang romantis itu !” aku tersentak kaget mendengar ucapan
Fina. Apa – apaan itu pacar siapa ? laki – laki yang mana? gendong – gendong romantis
apa ?
“ Bukan, dia bukan
pacar aku kok. Cuma temen aja, kebetulan memang dia mau ke sini pas banget aku
lagi ga enak badan “ Fina memasang wajah tak percaya, aku kemudian kembali
bertanya padanya “ kemarin, kamu pulang sama siapa? “ ku beranikan mendengar
pernyataan Fina tentang Bian. “ Itu loh, laki – laki yang aku certain sama kamu
waktu itu ! “ aku menahan nafasku dan kemudian memalingkan wajah, segera
kususun buku – buku ku dan bergegas pergi ke kelas, “ eh aku ke kelas dulu ya
Fin “. Aku benar – benar tidak bisa berfikir jernih. Perasaanku sangat kacau,
aku harus minta kejelasan dari Bian tetang Fina. Ku kirimkan pesan padanya dan
mengajaknya bertemu sore ini.
MERAH JAMBU
“ Udah lama nunggu Vy ? “ Bian menyadarkanku dari
lamunan, “ barusan juga kok “ aku mempersilakannya duduk. “ Kamu udah sehat ?,
kata Fina kamu kemarin pingsan di sekolah ? “ Bian menempelkan tangannya di
keningku. Fokus aku mendengar ia mengatakan tentang Fina. “ Kamu kenal dengan
Fina ? “ Bian kelihatan kaget, “ Nah, itu dia masalahnya aku belum sempat
cerita sama kamu. Aku itu sebenarnya lagi deket sama Fina, temen mu! “ Bian
memberikan penjelasan “ Kamu ga tahu kalo dia temen deket ku ? “ aku benar
benar tak perduli dengan semua penjelasan dan alasannya. Yang aku tahu, Bian
tidak menjaga perasaanku. Aku benar – benar tidak bisa menerima kenyataan yang
terjadi sekarang. Aku bukan tipe orang yang tega terhadap sahabat sendiri dan
bukan juga seorang wanita yang selalu kuat di segala macam cobaann.
Aku berjalan keluar meninggalkan Bian, aku membaur di
tengah keramaian pejalan kaki hingga Bian nampak kesulitan menyusulku. Aku
berjalan tak tentu arah hingga tiba di sudut jalan persimpangan. Kulihat
beberapa orang pria menyeramkan menghampiriku, perasaanku sangat kacau. Pria –
pria itu lalu mencoba untuk menarik tasku, aku berteriak sekuat - kuatnya saat kusadari jalanan di sekitarku
agak sedikit sepi. Ku pejamkan mataku dan tetap berusaha menarik kembali hak
ku. Hingga kudengar suara seseorang berteriak kencang membuat preman – preman
pasar itu pergi. Saat aku melihat arah suara itu datang, aku melihat Zul.
Lagi – lagi ia datang menyelamatkan aku. Zul juga selalu
datang di saat hatiku terasa sakit karena kebodohanku sendiri. Aku benar –
benar merasa bodoh telah memendam perasaanku pada Bian setelah sekian lama aku
merasakannya. Zul menarik tanganku pergi meninggalkan tempat asing ini.
Sentuhan tangannya membuat aku merasakan perasaan yang berbeda. Perasaan apa
lagi ini ? seperti ada sesuatu antara tangannya dan tanganku ?. Zul kemudian
membukakan pintu mobil dan menyuruhku untuk naik. Aku mengikuti perintahnya, kulepaskan
genggaman tangannya. Mataku tak lepas memandangi punggungnya yang berjalan
meninggalkan ku. Saat ia masuk kedalam mobil, kulihat ekspresinya sangat kesal.
Sepertinya ia marah kepada seseorang. Mungkin kepada ku karena kecerobohanku.
“ Kamu benar – benar bodoh ! “ tiba – tiba ia mengatakan
sesuatu dengan nada yang sedikit tinggi sampai aku tersentak kaget. Aku melihat
ke arahnya dan raut wajahnya saat itu sangat marah. “ Kamu tahu cinta itu tidak
bisa dipaksakan dan tidak bisa dikekang. Kamu tahu cinta itu tidak bisa bicara,
makanya ia perlu mulut untuk mengungkapkannya. Tapi kamu ga tahu kalo cinta
kamu itu omong kosonng ! “ Zul melihat kearahku tajam, matanya berkaca – kaca.
Hatiku bergetar mendengar ia bicara seperti itu, air mataku turun dan tanpa
kusadari telah mengalir deras ke pipi. Zul melihat ku lagi dan ekspresinya
berubah menjadi sedih. “ Menangislah sesukamu. Jangan terlalu sering berakting
sok kuat ! “ dengan lembut ia mengelus kepalaku. Aku benar – benar tidak bisa
menahan perasaan sedihku. Aku menangis sejadi – jadinya di mobil, di temani
Zul.
Aku mencoba membesarkan hati, aku menerima keadaan dua
sahabat dekatku yang saling jatuh hati ini. Kesalahanku adalah menahan perasaan
yang seharusnya menjadi kebahagiaan untukku. Aku menyiksa diriku dengan
memaksanya menikmati one side love
yang tidak happy ending. Aku
menciptakan suasana bahagia sepihakk, tanpa mengetahui apa yang dirasakan oleh
orang yang kusayang. Aku benar – benar tidak mengerti kenapa semua hal yang di
ucapkan Zul begitu memukul ku. Aku dibuatnya sadar dan benar – benar berniat
untuk mengakhiri one side love- ku
ini. Aku tidak bisa menyalahkan Fina atau Bian, mereka harus bahagia dan begitu
juga aku.
“ Makasih, kamu udah membuka pikiran aku sekarang “, Zul
melihatku dengan tatapan menyebalkan. Melihatnya begitu menyebalkan, aku jadi
teringat sesuatu, gimana kabar pencarian orang tua angkatnya ? “ Ngomong –
ngomong kamu ga pernah cerita tentang orang tua angkatmu. Udah ketemu belum ?
Jangan keenakan ya pake mobil ku gratis ! “ aku menghapus air mataku dan
melihat tajam kepadanya sambil menodongkan jariku ke kepalanya. “ Udah , udah !
Besok kamu bisa ketemu sama ibu angkatku “ aku kaget dan ikut bahagia
mendengarnya. Kemudian Zul menurunkan ku di depan kostan. Ia mengingatkan aku
untuk minta maaf pada Bian dan Fina. Zul benar – benar menguatkan aku.
Keesokan harinya di sekolah, kulihat gelagat Fina agak
sedikit berbeda. Sepertinya Bian sudah menceritakan semuanya kepadanya. Aku
makin merasa tidak enak hati dengan Fina. Aku menghampirinya dan mencoba
membuat obrolan dengannya, “ Kamu kenapa ? kok gelisah banget ? “ Fina membuang
wajah dariku, “ Nng, aku gak apa – apa kok Vy “ kulihat ia beranjak
meninggalkanku, segera ku tahan tangannya hingga ia melihat kearah ku “ Kamu
dan Bian, bahagialah ! kalian berdua adalah sahabat baik ku. Aku bahagia kalo kalian
berdua bahagia “ Fina terdiam, matanya memerah “ Aku ga mungkin ngelakuin ini
ke kamu Vy “ Fina memelukku dan mulai menangis. Mataku ikut berkaca – kaca.
“ Aku adalah manusia bodoh yang harus belajar dari
kesalahan dan pengalamanku agar tidak menjadi lebih bodoh. Bian ngajarin aku
untuk tidak pernah lagi menahan perasaan yang aku punya. Dan kamu, ngajarin aku
arti sebuah sahabat “ ku sekah air mata Fina dan kuberikan senyuman terbaik
yang masih kupunya. Kami menghabiskan dua jam pelajaran terakhir untuk saling
bercerita dan saling terbuka. Mulai dari Bian yang membantunya mencari tiket
pulang ke Yogya, menjemputnya di stasiun dan mengajaknya untuk memiliki hubungan
yang serius. Aku lebih berlapang dada mendengar semua cerita itu langsung dari
mulut Fina. Perasaanku sudah ku sampaikan pada Bian. Aku tidak memiliki beban
lagi sekarang. Hidupku bebas. Dan aku bahagia.
Sore ini Zul menjemputku untuk bertemu dengan orang tua
angkatnya. Sebelum pergi ia mengajakku makan dan nonton. Tanpa sadar semakin
hari kami semakin akrab. Semakin lama aku semakin nyaman berada di dekatnya.
Aku merasa ia adalah laki – laki yang sangat bertanggung jawab dan pengertian,
walaupun terkadang sangat menyebalkan. Yah, begitulah laki – laki di mata
wanita.
Setelah kami selesai menonton, Zul membawaku ke kostan.
Aku agak sedikit bingung kenapa ia membawaku pulang. “ Kok pulang ? katanya mau
ketemu orang tua angkat kamu ? “ aku melihatnya melepas safety belt. “ Udah turun aja. Aku janjian sama ibuku disini kok.
Rumahnya di sekitar sini soalnya “ aku mengangguk dan turun dari mobil. Kulihat
bude Sri menghampiri kami. Mungkin karena aku pulang malam jadi mengganggu
istirahatnya. “ Azul “ bude Sri kemudian memeluk Zul dengan hangat dan akrab.
Kenapa bude bisa kenal sama Zul ? apa iya bude tahu kalo Zul pernah tidur di
kostan ku ? “ Vy, kenalin ini ibu angkatku dip anti asuhan dulu “ Zul
memperkenalkan aku dengan bude Sri yang sebenarnya sudah lama ku kenal.
“ Jadi waktu aku ke kostan mu ga sengaja aku ketemu sama
ibu Sri, jodoh betul memang. Tanpa perlu aku obrak abrik kota ini, ibu Sri
sudah datang sendiri “ Zul menceritakan kejadian pertemuannya dengan ibu
angkatnya itu sementara bude Sri menyiapkan minuman untuk kami. “ Monggo silakan diminum, bude ga sangka
ternyata bisa ketemu lagi dengan Azul. Coba kalo kalian ga pacaran, bude jadi
ga bisa ketemu lagi sama kamu le (red.
le- tole, panggilan anak laki – laki) “ aku hampir saja menyemburkan minuman yang
sedang ku teguk “ Yah, Alhamdulillah bu, Ovy memang bawa hoki buat saya !” pake
acara di jawab lagi itu omongan bude. Ini anak memang bener – bener!
“ Jadi bu, gimana berkas yang aku minta kemarin? udah
ketemu ? “ Zul kemudian mempertanyakan sesuatu yang serius. “ Oh, iya udah
ketemu. Ayah kamu sekarang tinggal di Australi. Mereka pernah kirim surat satu
kali dan ngasi alamat tempat tinggalnya. Mereka juga minta kamu untuk kembali
kesana” Australi ? anak desa ini mau di bawa ke australi ? aku melihat ke
arahnya dan bertanya, “ Kamu yakin mau kesana ? “ kulihat Zul sangat serius.
Mungkin ia benar – benar ingin melihat keluarganya seperti aku merinduka Ibu
dan keluargaku.
Tepat pukul 10
kemudian kam izin pamit dari rumah bude, Zul memutuskan untuk mampir ke kostan
sebentar. Kulihat raut wajahnya masih memikirkan ucapan bude. Haruskah Zul ke
Australi? Pasti sangat sepi rasanya kalau ia pergi ke Australi. “ Kamu ga perlu
sediain minum, aku cuma sebentar ” ia merebahkan tubuhnya yang tegap dan tinggi
di sofa seperti biasa. Aku menghampirinya dan melihat wajahnya lagi, “ Kamu
beneran mau kesana ? “ ia melihatku dan beranjak duduk “ Sebenarnya aku pengen
banget kesana. Tapi rasanya nanggung banget “ Nanggung ? ini anak kalo lagi
ngawur suka sembarangan ngomong. “ Nanggung gimana maksudnya ? mungkin aja kan
orang tua kamu juga kangen dan pengen banget ketemu kamu “ aku melipat kedua
tanganku di dada. Ku lihat dia menatapku dalam sekali, “ Ya, nanggung. Gimana
kalo kesananya tunggu aku udah punya istri aja ? “ aku tertawa mendengarnya
berkata seperti itu.
“ Kamu ini, bocah! memangnya kamu sudah punya calonnya ?
ya kalo sudah punya sekalian aja diajak ke sana “ aku benar – benar tidak tahu
tipe wanita seperti apa yang disukainya. Dan entah seberapa sabarnya wanita itu
menghadapi anak aneh ini. “ Kamu mau ikut aku kesana ? “ aku membelokan mataku
melihat ke arahnya, sulit mencerna apa yang dikatakanya barusan dan sulit juga
untuk mempercayai kebenarannya. Zul kemudian memberikan sebuah kotak kecil
berwarna pink dengan pita biru. Aku menerima dan membukanya, kulihat sebuah
gelang cantik dengan sosok seorang ballerina sebagai liontin yang menghiasi
kalung ini. “ Cantik kan ? “ ia bertanya padaku mengenai kalung itu, aku
mengangguk “ Ambilah gelang itu. Dan pakalah kalo kamu udah bisa gantiin posisi
Bian dengan orang lain “
Langganan:
Postingan (Atom)
Terkadang saat kita mendownload file pdf di internet. File pdf tersebut hanya bisa di lihat dan tidak bisa di print atau juga tidak bisa di edit copy/paste.
Ciri - ciri file yang tidak dapat di edit dan di print tersebut adalah terdapat gambar gembok di sudut kiri tampilan file. Untuk membuka gembok file pdf ini, kita dapat menggunakan PDF Password Remover sebagai salah satu cara yang paling praktis menurut saya.
Silakan klik untuk mendownload aplikasi PDF Password Remover
1. Extract File
2. Install seperti biasa lalu masukan kode serial number yang ada di file notepad
3. Jalankan
Untuk membuka gembok file pdf, Pilih "Open PDF(s)" lalu masukan file yang terkunci tadi
Pilih lokasi penyimpanan file tersebut dan klik "Save"
Selamat mencoba
Ciri - ciri file yang tidak dapat di edit dan di print tersebut adalah terdapat gambar gembok di sudut kiri tampilan file. Untuk membuka gembok file pdf ini, kita dapat menggunakan PDF Password Remover sebagai salah satu cara yang paling praktis menurut saya.
Silakan klik untuk mendownload aplikasi PDF Password Remover
1. Extract File
2. Install seperti biasa lalu masukan kode serial number yang ada di file notepad
3. Jalankan
Untuk membuka gembok file pdf, Pilih "Open PDF(s)" lalu masukan file yang terkunci tadi
Pilih lokasi penyimpanan file tersebut dan klik "Save"
Selamat mencoba
Posted in
Label:
#MEMBUKAKUNCIPDF,
#PDF,
#PDFPASSWORDREMOVER,
#PDFPROBLEM,
#PDFTERKUNCI
Read Users' Comments (0)
KOPI
Hari
ini seperti biasa aku lupa sarapan pagi karena kesiangan. Jarak tempatku
bekerja yang terlalu jauh dari rumah membuat aku harus “bergerak” lebih cepat
agar tidak terjebak macet. Makan pagi adalah hal yang sudah lama aku rindukan,
segelas kopi pekat dengan sedikit gula menjadi perioritasku ketimbang harus
membuat roti isi apalagi nasi goreng?. Kemeja dan pencil
skrirt coklat dengan belahan panjang – agar aku bisa bebas berlari- menjadi
baju andalanku bekerja. Kurapikan lagi pashmina yang melingkar di wajahku
sementara handphoneku bordering kencang. Ah, pasti ibu.
“
kak, jangan lupa sarapan. kalo kamu ga sarapan, siapa yang mau ngurusin kamu
sakit? Ibu ga mau anak ibu kerja tapi nyiksa diri sendiri ”, ceramah ibu dari
telpon yang baru saja ku angkat tanpa sempat mengatakan halo. “ Iya bu, jangan
terlalu dipikirkan. Ibu ga ingat anak ibu yang paling kuat tu siapa ? hehe ”,
aku merangkul tas kerjaku dan menjinjing sepatu high heels-ku dengan cepat dan
beranjak keluar rumah. ”Kalo Ibu lihat apa yang ku lakukan sekarang sudah pasti
diomelin”, pikirku dalam hati. Segera kuseruput habis kopiku pagi ini.
“
Ya kamu sehat kan karna Ibu yang mengurusi kamu setiap hari. Yaudahlah, kamu
jangan lupa ambil cuti untuk syukuran ulang tahun keponakanmu ”.
“
Insyaallah,bu. Aku pergi dulu ya bu. Udah telat ini. Assalammualaikum ”. Kututup
ponselku dan mulai menginjak pedal gas mobil agar lebih cepat menuju kantor.
Namaku Rozovy, biasanya disapa ovy. Dalam bahasa Rusia, Rozovy
artinya merah jambu. Warna yang sama sekali ga kusuka. Ya, menurutku warna pink
itu terlalu lemah. Terlalu perempuan banget bikin capek ngeliatnya. Tapi dengan
tanpa unsre kesengajaan apapun, Ibu dan Babe memberikan nama cantik itu buatku
– walaupun sebenarnya kalo bisa diganti ya jangan merah jambu bisa kali be?-
Aku perempuan biasa yang tidak terlalu neko-neko. Apalagi
sejak kerja di salah satu sekolah Islam di Sleman, Yogyakarta. Jauh dari rumah,
teman dan sodara. Belum genab satu tahun aku bekerja sebagai guru honorer di sini.
Belum banyak teman yang kukenal akrab selain teman sekantorku, Fina dan Ibu
kost kesayanganku Bude Sri. Sulit bagiku membaur dengan keadaan yang baru dalam
waktu yang cepat. Untungnya, orang-orang di tanah rantauku ini sangat baik dan
ramah.
“
vy, ga sarapan lagi ? ” Suara Fina terdengar diantara kerumunan suara
murid-murid sma -labil- yang suka teriak-teriak asik sendiri dikeramaian
kantin. Fina duduk tepat di depanku sambil mengeluarkan tumpukan kertas. Aku
mengangguk pelan sambil menyeruput coffe
ice legendaris di kantin sekolah. Melirik tumpukan kertas Fina mengingatkan
ku dengan tugas- tugasku yang –selalu- kutunda karena maraton novel baru yang
sedang ku gandrungi.
“
Kebiasaan banget deh kamu. Minum kopi mulu tiap pagi. Ga sakit perut mu?”. Aku
nyengir membalas omelan kedua pagi ini, setelah Ibu. Fina justru sibuk sendiri
menyusun kertas- kertas yang dibawanya. Sesekali ia mengerutkan wajahnya dan
menghela nafas.
“
Ini namanya hemat bu guru, Makan siang sekalian sarapan pagi “ Aku menyambut
nasi goreng pesananku dari ibu kantin, “ Kamu ngapain ke kantin bawa- bawa print out gini? “.
“
Gini loh y, Pak Kepsek nih loh, minta aku buat nyerahin berkas secepatnya.
Ibuku neng kampung lagi sakit.
Rencananya aku mau berangkat ke Solo lusa nanti. Bisa kan kamu bantu bikin
sisanya, vy? “ Fina memasang puppy eyes
dan menyodorkan kertas itu kearah ku. Tanpa perlu memasang muka teraniaya
seperti itu aku juga sudah pasti menolongnya.
“
Hmmm “, aku mengangguk sambil mengunyah
telor dadar dan kerupuk nasi goreng “ Ibu mu sakit apa? kamu pulang aja ke
Solo, biar nanti sisanya aku yang bikin “. Fina memangku pipi dengan kedua
tangannya. Matanya terlihat berkaca- kaca. Ia menghela nafas panjang kemudian
menggelengkan kepala sambil terenyum. Seolah mengartikan ia baik- baik saja.
“
Semoga ibumu cepat sembuh ya. Kebetulan besok hari minggu, pasti aku bisalah
ngerjain tugas ini seharian. I have no
one to date. secara anak jomblo gitu loh ”
“
Bisa aja kamu, jodoh itu bisa datang dari mana aja. Siapa tahu kamu dapet jodoh
karena bikinin tugasku hehe “
“
Ya, jodoh dari hongkok kaya iklan mie instant tuh! “
“
Kamu ini, ga mau move on apa ya ? udah terlalu lama sendiri…” Fina menyanyikan
lagu kesukaannya – yang sebenernya mengejek ku- sambil beranjak pergi dengan kiss bye ala- ala remaja alay jaman
sekarang.
“
Lah situ aja sendiri, pake nasehatin orang “, aku menatap sinis ke arahnya dan
mengikutinya pergi meninggalkan kantin.
Kembali
kepekerjaanku sebagai guru bahasa. Mengajarkan anak – anak yang serba ingin
tahu ini tentang indahnya seni bahasa. Jumlah mereka tidak terlalu banyak
sehingga akuu tidak perlu mengeluarkan suara super besar. Kuperhatikan setiap
sudut kelas dan mengingat masa sekolahku dulu. Menjadi remaja yang periang,
namun pendiam. Aku tidak terlalu pandai mengekspresikan perasaanku, terutama
kepada seorang laki- laki. Lihat anak di sudut kanan kelas ini, pacaran jaman
sekarang sudah sangat modern. Saling mensuport satu sama lain di kelas. Melihat
mereka saling mengajari satu sama lain membuat aku iri sekaligus jijik, bisa-
bisanya di depan ibu guru yang notabennya –jomblo- ini malah pacaran. Rrrrr.
GULA
Kertas
origami orange ini masih belum berubah menjadi bentuk yang diajarkan. Aku sudah
mulai menyerah karena tertinggal jauh dari instruksi ibu guru. Rasanya hampir
mati dendam aku karena kertas ini yang kelihatannya ga mau nurut, salah mulu.
“
Ini buat kamu ! ”
Aku kaget mendengar suara
anak laki-laki yang duduk tepat di depan mejaku. “ Kenapa kamu kasih ke aku? “
“
Punya mu jelek banget sih, kamu bego ya? Haha “ Oloknya, suaranya terdengar
tegas tapi sangat lembut seakan cuma aku yang mendengarnya bicara. Entah kenapa
hatiku merasa hangat, jantungku berdetak dan sulit untuk tidak mempertanyakan
perasaan apa ini?
Olokan
sederhana itu membawaku semakin ingin mengenal laki- laki ini. Semakin hari aku
semakin ingin mencari tahu siapa dan bagaimana dia. Setiap pertanyaan yang
muncul semakin membawaku jatuh kedalam perasaan aneh yang terasa hangat dan
penuh kegugupan. Setiap gerakan dan tindakannya membuatku candu dan tak bisa
melepas kebiasaan kepo yang muncul
diluar kendaliku.
Suara printer tua tiga generasi keturunan aa’,aku dan dek elen menyadarkanku dari
lamunan masa lalu. Ku teguk lagi kopi hangatku sambil memperhatikan jam di
kamar. “ Sudah sepagi ini masih belum tidur ? ga ada yang peduli juga sih ya,
ga punya pasangan yang bakal bilang – sayang jangan bobo malem – malem ya – “
aku ngomong sendiri sambil meringis geli. Seketika pandanganku tertuju kearah
gantungan konyol yang ada di meja kerja. Kertas origami orange itu sudah
terlihat lusuh sekali, sudah layak di buang. Setiap kali Fina kerumah, dia
pasti tertawa melihat pajangan jadul itu.
Fina sering bertanya kenapa aku menyimpan “sampah” itu.
Aku mengatakan bahwa seseorang sudah memberikannya dan aku harus menjaganya
tapi Fina bilang, di dunia ini tidak ada sesuatu yang tetap sama. Pohon akan
tumbuh, bunga akan mekar, air akan mengalir dan udara akan berganti. Tidak akan
ada orang yang sama apalagi untuk waktu yang cukup lama.
Entah kenapa rasanya susah sekali melupakan perasaan yang
aku sendiri tidak bisa menjelaskannya. Sering sekali aku mencoba untuk berhenti
memikirkan anak itu, perasaan itu hilang namun perasaan yang baru untuk orang
baru sulit sekali muncul. Menghapus perasaan untuknya sama saja dengan membuat
ku menghapus semua perasaanku. Lama aku melamun, tanpa menyadari Fina menelpon.
“
Kenapa Fin? kok malam- malam telpon? “ aku kaget sekali, biasanya telpon malam
hari pertanda yang tidak baik. “ Vy, aku mau minta tolong, ibu ku masuk ruangan
ICU malam ini. Aku perlu tambahan biaya karena mamasku baru pada pulang besok
siang“, aku merasakan suara Fina yang lirih dan gemetar “ Astaufirullah, jadi
gimana dong? perlu transfer sekarang nih ? “ aku berdiri dan mulai bergerak tak
karuan ke kiri dan kanan mencari kunci mobil dan dompet secepat mungkin “ Ga
usah vy, besok pagi aja. Siangnya udah tak
balikin uang mu ya vy. Makasih banyak ya Vy, aku ga tahu harus minta tolong
siapa lagi. Aku cemas banget ini “ Fina mulai menangis di telpon “ Santai aja
Fin, besok aku kirimin. Sms aja ya nomor rekeningmu. Kamu yang sabar ya.
Kabarin aku kalo ada berita apa biar nanti aku susul ke Solo “, aku duduk dan
diam menutup telpon, kasian Fina, untung tabungan masih cukup buat bantuin
ibunya. Aku langsung teringat ibu di rumah. Semoga ibu selalu sehat.
Di rumahku, ibu tinggal bersama adik bungsuku Zeleny.
Kakakku dan istrinya tinggal agak sedikit jauh dari rumah kami. Leny adalah
adik perempuan ku satu- satunya yang paling sering aku ajak berkelahi, terutama
untuk urusan nama. Zeleny dalam bahasa rusia artinya hijau, aku sering
mengatakan pada ibu untuk menukar nama kami karena you know, this name not suit me well !
Pagi ini saat jam istirahat di sekolah, aku melarikan
diri dan pergi ke bank. Antrian cukup panjang, karena harus transfer ke bank
yang berbeda aku memilih untuk setoran tunai ke teller. Kulihat samar lelaki tinggi yang sedang bertugas pagi ini
membantu para nasabahnya. Suaranya lembut sekali namun aku bisa mendengarnya
mengucapkan selamat jalan. Antrian semakin maju, aku mulai berada di barisan
depan. Kulihat nama pegawai bank itu, Aditya.
Aku
merasakan nama itu terlalu akrab di telingaku. Selagi masih di Indonesia, aku
rasa ada berjuta orang yang memiliki nama aditya. Lamunanku panjang hingga tak
sadar aku berada di antrian terdepan. “ Selamat pagi, Ada yang bisa di bantu
ibu? “, aku melihat si pegawai bank. Otaku bekerja lebih cepat dari pada
biasanya. aku mulai mengingat wajah pegawai bank yang rasanya tidak asing.
Badannya tegap tinggi dengan kemeja biru muda yang rapid an wangi. Matanya
pegawai bank itu menyipit mengenangku. aku terdiam dan -yakin sekali- wajahku
pasti sangat merah“ Bian? kamu Bian kan? “ aku mencoba memulai obrolan di tempat
yang kurang pas, menurutku. Ku serahkan slip setoran sambil tetap memperhatikan
wajahnya.
“
Ah, si kacamata! wah udah lama ga ketemu nih. Kerja dimana sekarang? “, sesuai
dengan dugaanku dia pasti lupa namaku. Aku memberikan ekspresi penolakan atas
sapaannya yang terdengar apa- apaan dan menjawab pertanyaannya “ Ya, namaku
Rozovy, bukan si kacamata! Aku sekarang jadi guru di sma sekitar sini “ aku
memancungkan mulut agar dia tahu kekesalanku. Bian tersenyum manis melihat
tingkahku “ ya Tuhan, senyumnya ! “ hatiku berteriak bersamaan dengan rona
merah di pipi.
Kulihat
ia sesekali menatap ku dan tersenyum kemudian kembali fokus mengerjakan
pekerjaannya, “ Ini slipnya ibu kacamata, Ada lagi yang bisa saya bantu? “ ucapnya
mengakhiri transaksiku, Aku menggeleng dan melipat bibirku. Antara senang dan
malu menjadi satu. Kuambil slip transaksiku dari tangannya yang kekar. Mataku
bergerak menjalar dari ujung jari sampai ke bahunya yang bidang. Kemudian
mataku kembali menatap wajahnya, lagi “ Hati- hati di jalan ya ibu kacamata. Sampai
ketemu lagi “ Bisiknya sambil melambaikan tangan.
Aku
tersenyum mengangguk, mengartikan terima kasih. Berpaling dari hadapannya dan
berjalan keluar menuju parkiran mobil. Setiap hentakan heels sepatuku membuat
irama yang indah dengan jantungku yang berdegup kencang. “ Oh My God! meleleh
nih ! rasanya pengen banget nelpon Fina terus bilang makasih udah minta aku
transfer uang ! “
Sepanjang jalan pulang ke sekolah, rasanya semua jenis
bunga bertaburan di jalan. Hari ini akan menjadi hari yang paling manis seumur
hidupku. Bertemu dengan kawan lama, yang sebenarnya juga sudah lama ku kagumi.
Si pembuat gantungan origami di kamarku, Aditya Bian Pratama.
ONE
SIDE LOVE, RIGHT
Sudah 4 hari Fina cuti kerja. Rasanya sekolah sepi
sekali, semoga ibunya cepat sembuh. Memikirkan ibu Fina jadi ingat amanah ibu
untuk pulang minggu depan. Tiket pesawat harus dibeli jauh- jauh hari. Susah sekali untuk meliburkan diri dari
pekerjaan, untung saja aku sudah lama tidak cuti bahkan pulang kampung. Cuma
karena ulang tahun pangeran kecil dirumah, semua harus hadir termasuklah
tantenya yang bekerja nan jauh disini – ya,aku-
Kuputuskan
untuk menelpon kakak ku di rumah, harus dong aku minta uang transport hehe
“
Halo, Assalammualaikum ”
“
Walaikumsalam a’. Besok rencananya Ovy mau beli tiket pulang “ kataku dengan
nada mengadu, “ Iya. Ibu udah kangen sama kamu “ kakak menjawab seadanya “ Aa’
jangan pura- pura bego deh. Minta ganti duit transport ya a’ ” yeay, langsung
to the point ajalah ya, males banget basa basi. Apalagi sama kakak yang kurang
peka ini “ Iya nanti Aa’ ganti. bawa oleh- oleh ya. Kalo bisa bawa pasangan
juga! “ jawaban ini terasa lebih pedas dari
pada sambal teri buatan bude Mul “ Ngeledek banget! iya lah entar aku
bawain oleh- oleh tapi ga banyak! “, Ih, bete banget ngomong sama kakak yang ga
ada pengertiannya sama sekali. Yah, walaupun ngangenin juga. Kakak ku bekerja
di sebuah mal besar di kotaku. Anak pertamanya, Abi akan mengadakan pesta ulang
tahun. Karena bocah inilah aku harus pulang kampung.
Sore ini pekerjaan di sekolah lebih banyak dari biasanya.
Ditambah lagi ketidakhadiran Fina yang akhirnya membuat pekerjaanku jadi
mengganda. Syukurlah ibunya sudah mulai membaik dan dia berencana pulang ke
Yogya beberapa hari lagi. Pas sekali dengan momen pulang kampungku. Semoga
kesusahanku juga akan dirasakannya –hehehe-
Aku bergegas pergi ke tempat penjualan tiket. Kulihat jam
di handphone menunjukan pukul setengah delapan malam, semoga mereka masih
membuka toko. Aku agak malas membeli tiket via online, berasa ribet banget
gitu. Sesampai di tempat penjualan tiket, aku langsung menjelaskan tujuan dan
memilih jam keberangkatan. Simple dan cepat, sekarang aku hanya perlu membayar.
Ingin sekali urusan ini segera selesai, perutku lapar sekali karena belum
sempat makan malam.
“
Mbak, maaf banget printer kami agak sedikit eror. Mbak mohon tunggu sebentar ya
“ Ya Tuhan, ada aja hambatan buat nunggu. Aku bahkan tidak sempat menjawab
pernyataan si pegawai. Kudengar seseorang membuka pintu toko dengan suara
tergesah- gesah. Ternyata malam begini ada juga orang yang lebih buru- buru
dari pada aku. Aku beranjak pindah ke kursi tunggu di sudut ruangan.
“
Maaf mbak, disini bisa beli tiket kereta ? “ Suara laki- laki. Aku tidak
terlalu perduli untuk melihatnya. Perutku lapar dan wajahku sudah berlipat-
lipat cemberut menunggu kepastian si printer. Aku duduk tertunduk memainkan
handpone. Laki- laki itu kemudian menjelaskan tujuan dan tanggal
keberangkatannya. Akhir kata, si pegawai juga menyuruhnya untuk menunggu sampai
printer mereka diperbaiki.
“
Kenapa mukamu cemberut ? “ pertanyaan itu sepertinya ditujukan kepada ku. Tiba-
tiba seseorang menghampiri dan duduk disebelah ku. “ Pasti karna harus nunggu
printernya bener dulu ya? “ laki – laki ini berbisik pelan agar tak terdengar
pegawai toko. Kuangkat wajahku yang dari tadi fokus melihat handpohen “ Bian? “
dia lagi. Aku sampai kaget melihatnya dari jarak sedekat ini, setelah sekian
lama kami tak pernah bertemu. “ Pesen tiket apa? udah dari tadi ya ampe muka
mengkerut gitu “ ia menggulung lengan bajunya dan melihat ke arahku tajam. “
Nng, bukan kok. Aku baru pulang kerja. Jadi agak capek aja nih! “ aku menutup
pandangannya dengan tanganku. Berharap dia tidak melihat ekspresi wajahku yang
rasanya mulai panas.
“
Kirain karna belum makan. Biasanya kamu mengkerut gitu kalo lagi laper kan? “
Dia berkata seolah membaca pikiranku. Aku melihatnya sambil menggigit bibirku.
Memasang ekspresi seolah tidak terima dengan apa yang diucapkannya.
“
Mbak, Mas. Ini semua print tiketnya udah selesai. maaf menunggu lama” suara si
pegawai toko membuat Bian berdiri kaget. “ Oh, iya mbak. Makasih ya” segera ia
mengambil kertas itu dan membaginya padaku “ kamu mau pulang ? kalo ada waktu
kita makan bareng dulu aja “ ia berkata sambil berjalan mengambil tasnya yang
di letakan di sebelah ku. Badannya membungkuk dan aku memandanginya tanpa
berkedip “ Mau ga? “ ia bertanya lagi. Aku merasa dia melihat wajahku yang
–pasti- kelihatan bodoh sekali. “ Haha, kamu pasti capek banget ya sampe
bengong gitu. Ya udah deh, pulang aja. Besok kalo kamu ada waktu kamu bisa
hubungin aku. Aku udah kangen banget sama temen- temen sma kita” Ah, terlambat
aku menjawab tawaran makan malam bersamanya. Ia menyerahkan nomor telponnya
kepadaku. Aku hanya bisa mengangguk.
Kami berjalan ke luar toko
menuju parkiran mobil. Ia menemani ku sampai ke mobil dan membukakan pintu
untukku “ Mm, Makasih ya” aku hanya bisa
bekata terimakasih. Ia tersenyum dan meninggalkanku menuju ke mobilnya. Malam
ini aku harap bisa tidur nyenyak.
Samar-
samar kulihat keadaan kamar yang berantakan. Aku mencoba mengingat mimpi yang
baru saja aku alami, mimpi atau justru kenyataan yang seperti mimpi. Kututup
wajahku dengan bantal menenggelamkan malu yang entah malu kepada siapa. Aku
mencoba untuk meyakinkan diriku, ini kesempatan baik untuk memulai keadaan yang
baru. Aku harus mencari tahu arti dari perasaan gundah yang terkadang bercampur
perih. Keheningan yang pernah aku jaga selama lebih dari lima tahun harus
berakhir. Tidak ada lagi hal yang perlu aku sembunyikan darinya. Tidak ada lagi
ketakutan yang harus aku hindari.
Aku duduk merenggangkan otot- otot tubuhku. Mencuci muka
dan sikat gigi sambil melihat kea rah cermin. Kulihat dalam- dalam siapa aku
dan apa yang sebenarnya ingin aku rasakan. Perasaan aneh yang terjebak di
hatiku semakin memberontak saat aku bertemu dengannya, laki- laki yang pernah
memberikan kehangatan yang mungkin kurasakan sepihak. Aku menahan nafas
sejenak, mencoba membuat keputusan. Sesaat setelahnya, ku selesaikan kegiatanku
dan kembali menatap tangguh ke cermin “ Aku harus memulainya! “
Cinta tidak pernah bisa diartikan. Jika cinta bisa
diartikan, akan membutuhukan banyak kata untuk mengartikannya. Cinta itu diam,
bukan karena cinta tidak bisa bicara tapi karena cinta tidak bermulut. Jika cinta
bermulut, terlalu banyak kebohongan yang dikatakannya, bukan karena cinta itu
tidak jujur tapi karena mulut tidak ingin cinta terluka dengan kenyataan.
Untuk pertama kalinya aku meyakinkan diriku dengan apa
yang harus aku lakukan, aku harus mengungkapkan perasaanku. Aku duduk di kursi
makan mengaduk coklat panas dan melirik nomor telpon Bian. Ku tekan setiap
nomornya satu persatu kemudian mencoba mengirimkan pesan singkat padanya.
Berkali- kali aku menyusun kalimat demi kalimat untuk mengajaknya pergi. Ku
tulis dan ku hapus berkali- kali sampai akhirnya aku hanya mengirimkan pesan “
Bi, ini aku Ovy. Kamu ada waktu hari ini? “ Ku lemparkan handphone ku ke atas
tempat tidur. Ku tenggelamkan wajahku di antara lipatan kedua tanganku di atas
meja. Malu sekali.
Saat itu jam menunjukan pukul 9 pagi. Sudah satu jam
berlalu sejak aku mengirimkan sms ke Bian. Kenapa dia tidak membalas ? Pasti
anak bodoh itu sedang pergi dengan pacarnya ! aku saja yang idiot kenapa masih
saja mengirimkan sms kepadanya ! aku menyedu ramen instan di meja. Ku angkat
satu kaki ku di atas kursi dan mengetuk ngetuk meja dengan jari tangan. Saat
ini aku benar- benar kesal atau tepatnya kecewa. Inikah perasaan kecewa karena
cinta?
Ku seruput habis kuah ramen dalam cup instan sampai
habis. Belum sempat aku meneguk air putih di gelas yang ku genggam saat
handphone ku bordering kencang. Aku hampir saja tersedak, ku lihat nomor telpon
yang menghubungiku. Tidak terdaftar. Siapa ya?
“ Halo, Vy ? halo? sorry banget Vy aku baru bangun nih “
suara serak seorang laki- laki muncul dari telponku. “ Halo? maaf banget ya aku
telat balesnya. Halo Vy? “ lama akal ku mencerna kata demi kata yang di
ucapkannya “ Eh, iya Bi, gak apa – apa kok. Santai aja, aku juga tadi lagi ada
kerjaan” padahal sudah berjam- jam aku
menunggu balasan sms darimu, laki- laki selalu begitu. “ Oh, syukur deh. Kamu
udah sarapan? kita sarapan bareng aja. Kebetulan aku lagi ga ada kerjaan hari
ini “ sarapan? ini sudah pukul 10 lewat dia bilang sarapan?. Aku menukar posisi
handphone sambil menghela nafas “ Hhm, boleh juga “ aku tetap tidak bisa marah,
padahal biasanya aku bisa teriak atau membentaknya saat masa sekolah dulu. Bian
sering sekali bolos kerja kelomok dengan alasan ketiduran. Klise! “ Oke, 10
menit lagi aku siap- siap. Kamu aku jemput di rumah ya. Kirimkan aku alamat
rumah mu ” benar saja Tuhan sudah memberikan jalan kepada niat ku. Akhirnya aku
bersiap mempercantik diri dari ujung kaki ke kepala.
Ku kenakan jilbab terbaik ku. Parfume branded yang jarang
sekali aku pakai hari ini ku semprotkan ke seluruh tubuh. Dandanan minimalis
kesukaan dengan kosmetik kesayanganku yang paling mahal ku kenakan sedemikian
rupa. Setelah siap semuanya, aku menunggu Bian di depan kostan. Sial sekali
pagi ini bude Sri sedang menyapu teras rumahnya yang kebetulan berada tak jauh
dari kost- kostan kami. Bude Sri melambaikan tangan dari kejauhan dan berteriak
“ Mau kemana mbakyu ? “ aku tersenyum dan beranjak menghampirinya. Bude Sri
sudah seperti ibuku sendiri. Aku harus berpamitan karena besok sudah harus
pulang kampung. “ Bude, besok saya pulang ke Palembang “ ku salami tangannya
dan ia mengelus lenganku “ Oh, enggeh,
hari ini mau beli oleh- oleh yo ?
salam buat ibu nang rumah ya nduk “ logat bude kadang membuatku geli,
belum terbiasa mungkin “ Iya bude. Nanti saya sampein “ tak lama setelah
percakapan singkat itu, Bian datang dengan mobil sportnya. Ia membuka pintu
mobil dan turun sambil melihat sekitar.
Gayanya sangat elegant, santai berkelas dan yang pasti
selalu membuat aku tak bisa banyak bicara. “ Bude, saya pergi dulu. Sudah di
jemput sama teman “ bude mengangguk dan melihat kea rah Bian, “ Ganteng ya
pacar mu Vy “ kalimat bude membuat aku sesak nafas “ Assalammualaikum, bu “
Bian menyapaku dan bude Sri “ Waalaikumsalam” , “ Saya Bian bu. Saya izin
permisi dulu sama Ovy ya bu “ Bian meminta izin bude untuk pergi bersamaku.
Harusnya dia bicara begitu dengan ibu dirumah. Aku cuma tersenyum bisa
tersenyum melambai ke arah bude Sri dan berjalan menuju mobil Bian. Seperti
biasa, ia membukakan pintu mobil dan mempersilakan aku masuk kedalam.
“ Jadi, kita mau makan apa nih ? “ katanya memulai
pembicaraan, “ Terserah kamu aja “ kulihat ekspresinya kurang setuju dengan
jawabanku, “ Kalo gitu aku ajak makan nasi goreng mau ya? “ ia bertanya sambil
menaruh wajahnya di sampingku “ Hmmm, iya terserah kamu” aku kembali speechless seperti biasa. Ia kemudian
membawaku ke restoran sederhana yang tidak terlalu ramai, mungkin karena ini
masih pukul 11 tidak ada orang sarapan atau makan siang kecuali kami. “ Tumben
dandan, biasanya urak- urakan banget zaman sekolah dulu “ ia merebahkan
badannya di sandaran kursi dan melipat tangannya di dada “ Ya, manusia kan
pasti berubah Bi, kamu juga biasanya ga pernah bisa rapih “ aku membalas
walaupun tak berani melihat ke arahnya, “ Ya, kalo ga berubah gimana mau dapet
pacar haha “ ia tertawa seru sendiri “ kamu belum punya pacar ? “ spontan ku
tanyakan masalah sakral itu sambil melihat wajahnya. Sangat kuperhatikan alis
matanya yang tebal dan dagunya yang mungil. Matanya yang terlihat sangat cocok
dengan wajahnya yang manis, menurutku. “ aku masih menunggu seseorang, kamu
sendiri? “ Bian menjawab sambil mendekatkan tubuhnya kea rah meja, wajahnya
makin jelas terlihat dekat dengan mataku. Tapi saat itu, aku belum bisa mencerna
pertanyaannya, dia menunggu seseorang ? siapa ?, “ Vy, makanan udah dateng nih.
Makan dulu yuk aku laper nih “ sepertinya nasi goreng lebih menarik dari pada
jawabanku tentang pacar. “ Ngomong – ngomong kamu ada rencana mau ke mana habis
makan? “ ia kembali bertanya, “ Hhm, aku mau beli oleh- oleh dank ado buat anak
kakak ku. Besok rencananya aku mau pulang “ , “ Oh, Kakak mu udah punya anak
ya? Wah, boleh deh nanti aku sekalian titip kado ya buat keponakan kamu “ sok
asik banget langsung mau titip kado buat ponakan aku. Tapi ya, akhirnya ada
kesempatan lagi untuk jalan bareng. Senangnya.
“ Makasih yah udah nemenin aku belanja. Aku traktir deh
kamu mau makan apa? “ aku menanyakan Bian apa yang ia mau setelah menemaniku
berbelanja oleh- oleh dank ado untuk keponakanku. Selepas makan siang tadi,
kami pergi ke toko mainan anak- anak. Dengan cekatan ia memilih mainan anak
laki- laki berusia 2 tahun. Tidak satu momenpun yang dilewatinya tanpa
senyuman. Bian memang ramah senyum dan lucu. Keakraban kami memang sudah lama
merenggang sejak kami tamat SMA. Biasanya, orang- orang yang tak mengenal kami
selalu mengira bahwa kami adalah pasangan kekasih – walaupun sebenarnya aku
berharap demikian –.
“ Aku mau kamu belikan aku es krim! “ Bian menunjukan
jari telunjuknya ke hidungku sambil meminta es krim, aku mengurangi jarak
wajahku dari jarinya “ Oke, kita ke kedai es krim “ ia tersenyum mendengar
persetujuanku. Kebiasaan lama, es krim. Bian memang santai seperti anak- anak
yang tak pernah dewasa. Itulah yang kusuka darinya. Aku merasa sama, meskipun
belum tentu dia merasakannya. Kami berjalan sejajar dengan jarak yang dekat dan
langkah yang sama. Aku bisa merasakan lenganku sesekali bersinggungan
dengannya. Bian membawakan semua belanjaanku, sangat lelaki.
“ Sekali lagi makasih banget udah nemenin aku belanja. “
aku memulai pembicaraan baru setelah memesan es krim coklat dan blueberry. “
Iya, kita kan udah lama ga ketemu. Mumpung ada waktu ya kenapa engga. Jangan
sungkan kalo kamu mau minta tolong sama aku, telpon aja yah Vy “ Bian
menghangatkan suasana kami yang agak kaku, aku benar- benar kehilangan
kemampuan bicara. “ Kamu masih suka baca komik? “ hah? kaget aku mendengarnya
bertanya tentang apa yang pernah menyatukan kami, “ Sometimes, aku ga punya
waktu untuk baca yang begituan. Aku harus ngajar dari senin sampe sabtu dan
banyak berkas yang ku urus setiap malam minggunya “ aku menjawab sambil
mengaduk- aduk es krim coklatku. Bian menatapku geli, “ Syukur deh ya kamu
belum punya pacar, jadi malem minggu aja bisa kerja juga haha “ aku benar-
benar merindukan suara tertawanya. “ Kamu sendiri ? memangnya masih suka baca-
baca komik? ” aku balas bertanya sambil memangku pipiku dengan tangan kanan.
Bian menjulurkan tangannya ke wajahku, jarinya yang
lembut mengusap bibirku “ Laki –laki sepertiku jarang sekali bisa berubah Vy,
kalau sudah suka ya suka saja “ ia membersihkan es krim yang menempel di
bibirku. Laki – laki seperti dirinya tidak pernah berubah, sama seperti
perasaanku padanya. “ Bi, jangan terlalu manis “ Bian mengeluarkan eskpresi
bertanya dengan alis dan keningnya “ Jangan membuatku semakin menyukai mu “
kembali ia mengeluarkan ekspresi bingung “ Kok kamu melamun ? “ ah, aku melamun
lagi. Terlalu banyak khayalanku hari ini. Aku tidak akan bisa memaafkan diri
sendri jika saja mengatakan kata – kata itu kepadanya. “ Ah, maaf aku inget
sesuatu tadi. Jadi kamu tadi lagi ngomong apa? “ aku mencari alasan “ Haha,
kamu makin lama makin lucu aja. Eh, aku lagi galau nih! “ Bian membuat obrolan
baru, dari dulu aku selalu menjadi ladang curhat buatnya. Ternyata pekerjaan
itu masih harus ku tanggung setelah bertahun- thaun tak bertemu, “ Hhmm, kenapa
? “ aku melihat wajahnya yang memerah, apa dia sedang jatuh cinta? lalu
bagaimana dengan perasaanku?
SUGAR
FREE
Pagi ini aku bersiap – siap berangkat pulang. Kusiapkan
semua barang bawaanku di depan pintu rumah menunggu taksi jemputan. Aku
berpamitan pada bude Sri dan mengatakan lama kepergianku nanti. Hari ini Bian
tidak mengantarku ke bandara, ia tidak bekerja tapi katanya ada seseorang yang
harus di jemputnya. Aku tidak terlalu perduli siapa dia, Bian membuat
perasaanku beberapa minggu ini bercampur aduk. Tak lama berselang, taksi datang
menghampiriku. Perjalanan terasa lebih cepat karena hari ini hari minggu pagi.
Ku kirimkan pesan singkat kepada Bian yang mengatakan bahwa aku sudah di jalan
menuju bandara. Tak lama setelahnya, ia membalas smsku “ Take care, salam buat
keluarga disana dan happy birthday buat keponakanmu” kepeduliannya membuatku
semakin jatuh ke dalam perasaan yang menurutku tak bernama.
Dalam beberapa jam saja aku sudah berada di kota tempat
ku tumbuh besar. Aku mencari taksi dan segera pergi menuju rumah. Disini aku
bisa bebas kemana saja tanpa takut kesasar.
Kuperhatikan setiap sudut dan lekuk kota yang semakin molek dan cantik,
terkadang aku merindukan tempat ini. Terutama tempat dimana aku sering bermain
dengan teman - teman dan juga Bian. Tanpa terasa aku sudah tiba di rumah. Semua
tampak sama seperti biasa, hanya saja kali ini banyak ornament – ornament acara
ulang tahun anak - anak. Leny
menyambutku dengan pelukan rindu, ku lihat ibu dan keponakanku mengintip dari
balik pintu. Inilah rumah, tempat dimana perasaan dalam hati ini menghangatkan
seluruh tubuh. Kucium ibuku dan memeluknya dengan perasaan senang dan rindu.
Kulihat anak laki – laki mungil yang melihatku dengan tatapan bingung seakan
mempertanyakan siapa aku. Kakak iparku segera menyuruhnya untuk mencium
tanganku, aku ingat dengan kado dari Bian dan segera mengambilnya.
“ Ini tante bawa kado buat kamu “ ku ulurkan dua kado
besar yang kami beli kemarin, kulihat ekspresi bocah ini yang sangat
menginginkannya namun takut untuk mendekat. “ Ayo ambil, dek “ ibunya mencoba
mengakrabkan kami. Seketika ia maju berjalan tertatih dan mengambil mainan ini,
dipeluknya erat dan dibawanya pergi ke pojokan ruangan. Semua orang tertawa
melihat tingkahnya. “ Kadonya kok ada dua ? pasti yang satu lagi dari pacar kak
Ovy yaa “ pertanyaan nakal Leny membuat ibu mengerutkan kening, “ Kenapa ga
kamu ajak kesini sekalian ? “ ibu malah bertanya sambil senyumm- senyum, seram
menurutku. Aku langsung naik ke kamar atas membawa semua barang – barangku.
Setelah mengganti baju, aku merebahkan badanku di atas
tempat tidur. Ku aktifkan kembali handphone ku yang tadi kumatikan di pesawat.
Aku kembali memikirkan kata – kata Bian kemarin sore mengenai perasaannya
terhadap seseorang. Aku terlalu terbiasa mendengarnya menceritakan tentang
perasaan sukanya kepada orang lain dan bukan aku. Aku tidak merasa sakit hati
atau terluka. Aku lebih takut kehilangan dia sebagai sahabatku daripada
kehilangan dia karena kebodohan ku mencintainya. Apakah kali ini aku harus
menunggu lagi ? apakah kali ini harusnya segera ku ungkapkan perasaanku yang
sebenarnya ? sebelum semuanya terlambat seperti kejadian – kejadian lalu ? atau
mungkin, haruskah aku melepaskannya, lagi. Kututup mataku dengan kedua tangan,
aku benar- benar ingin jatuh kedalam kesendirian sebelum akhirnya suara gaduh
di lantai bawah menyadakan lamunan ku.
Sore ini tepat pukul 3, pesta perayaan ulang tahun
pengeran kecil akan diselenggarakan. Aku, dengan sangat terpaksa juga harus
ikut membantu persiapan pesta. Mengecek nasi bento untuk makanan para tamu
kecil, mengisi bingkisan tamu, menyusun cup cake untuk cemilan, mendekor ruang
tamu dan banyak sekali hal lain yang tidak pernah aku lakukan saat berulang
tahun dulu. Saat aku melihat keluar pintu kakak ku sedang berbicara dengan
baymax, salah satu karakter di film anak – anak. Lucu juga ada baymax disini,
bisa diminta foto – foto hihi. Setiap tamu yang datang memeluk badut lucu itu.
Kelihatannya badut ini sangat akrab dengan anak kecil.
Acara dimulai, para tamu asik menyantap bento yang kami
persiapkan untuk makanan sore. Momen ini aku manfaatkan untuk mendekati si
baymax yang sedang sendirian diluar. “ Halo, boleh minta foto? “ aku bertanya
sambil menunjukan tongsis dan handphone ku, si baymax mengangguk. Ku ulurkan
tongsisku dan mulai berfoto, bahkan ia merangkulku saat kami berfoto lucu
sekali. Ku peluk ia dan meminta seseorang untuk memotret kami, akhirnya banyak
juga ibu – ibu yang minta foto hehe.
Akhirnya acara selesai pukul setengahh 5 sore, semua tamu
pulang dengan wajah gembira. Kakak memintaku untuk membawakan cemilan kepada si
baymax. Ku bawakan beberapa kue, biscuit dan bento anak- anak yang tadi ku
buat. Aku lihat ia sedang duduk di teras sambil mengibas – ngibaskan secarik
kertas, mungkin karena panas. “ Ini ada kue dan makanan, silakan dimakan dulu “
aku meletakan makanan itu di sampingnya. Kulihat ia membuka topengnya dan menurunkan
resleting baju baymaxnya. Ternyata ia seorang laki – laki muda yang mungkin
masih lebih muda dariku.
“ Terimakasih mbak “ laki – laki itu menyapaku. Rasanya
malu sekali aku melihatnya, jika tadi tidak kupeluk dia mungkin aku tidak akan
semalu ini. “ Iya, mas “ aku memberanikn diri melihat wajahnya langsung, ia
seorang laki – laki berbadan kurus yang tegap dan tinggi. Kulitnya gelap,
mungkin karena dia pekerja keras. Wajahnya membuatku seakan telah mengenalnya
lama. Saat akan berbalik arah dan meninggalkannya, kakak ku datang dan
menangkap bahuku. “ Zul, kamu udah ketemu sama adik ku “ kakak menyeretku
kembali mendekati laki- laki itu. “ Oh, iy udah a’. Barusan tadi di anterin
makanan sama mbaknya. Baik bener. “ kakak melihatku sambil tersenyum, biasanya
kakak jarang sekali tersenyum kepadaku di depan orang asing “ Ini loh Vy,
kebetulan Azul ini mau merantau ke Yogya. Dia mau cari keluarganya disana.
Nanti kamu bantuin dia ya. Aa’ udah belikan tiket untuk dia” heh? apa – apaan
ini kok aku jadi terlibat? kakak ini berbuat baik tapi ngerepotin orang lain
juga. “ Memang keluarganya dimana ? terus nanti mau tinggal dimana ? “ aku
memasang wajah sinis. “ Saya minta maaf
mbak kalo ngerepotin, saya bisa sendiri kok a’ gak usah ngerepotin adeknya “
perasaannku jadi tidak enak mendengarnya bebicara seperti itu. Kasihan juga
pikirku “ Oh, yaudah deh nanti kamu saya cariin kost- kostan aja. Saya belum
tentu bisa bantu kamu karena disana saya kerja “ aku melembutkan nada bicaraku
padanya, ku pandangi wajah kakak dengan tatapan kesal dan kembali ke kamar
atas.
Ku lihat handphone ku yang sama sekali tidak ada
panggilan atau sms masuk. Aku merindukan Bian. Kukirimkan sms kepadanya dan
bertanya apa yang dilakukannya sekarang. Ku sampaikan juga bahwa keponakanku
menyukai kado ulang tahun pemberiannya. Lama tak ku terima balasan sms darinya
sampai aku tertidur. Saat terbangun kulihat jam sudah menunjukan pukul 11
malam. Rasa lapar membuatku membawa sisa bento tadi sore ke kamar sambil
memindahkan foto – foto hari ini ke laptop.
Kuperhatikan tiap - tiap foto hari ini sampai saat aku
melihat foto bersama badut baymax tadi sore yang super memalukan. Benar- benar
memalukan, terutama bagian dimana aku memeluknya dengan erat dan tersenyum. Ya
ampun. malu banget. Belum lagi laki – laki yang berkedok sebagai baymax itu
berusia lebih muda dariku. Siapa tadi namanya ? Zul ? ditambah lagi dengan
rencana kakak untuk membawanya bersama ku ke Yogya. Ya Tuhan rencanamu sungguh
berkelok – kelok.
Pagi hari kulihat sms dari Bian “ Sorry Vy, aku kemarin
sibuk seharian. Wah, syukurlah kalo keponakanmu suka. Salam buat keluarga ya “
keluarga katanya? seakan dia mau jadi keluargaku saja. Aku beranjak dari kamar
menuju ruang makan d bawah. Kulihat semua keluarga berkumpul dan menyantap
sarapan pagi bersama. “ Hari ini kita jalan – jalan ya, mumpung kak Ovy pulang
kerumah “ Leny merencanakan kegiatan
hari ini “ Aa’ hari ini kerja, kalian pergi sendiri aja berempat “ kakak
mengakhiri sarapannya dengan berpamitan pada ibu dan mencium istri dan anaknya,
sok romantis “ Ya, siapa juga yang mau aa’ ikut jalan “ aku mengejeknya “ kamu
ga usah nyetir, biar nanti aa’ telpon Azul biar dia yang bawa mobil. kalo ga
ada laki – laki kalian ga usah pergi “ kakak mulai mendiktator kami seperti
biasa. Ia bahkan menyuruh badut baymax untuk mengemudikan mobil. Kenapa harus
dia?
Akhir kata, aku, Leny, ibu, kakak ipar dan keponakan
mungilku berangkat juga bersama si badut baymax. Kami berangkat dari satu mal
ke mal lain, maklum saja disini masih sangat minim sekali taman hiburan. Kebetulan
sekali di salah satu mal yang kami datangi di kawasan angkatan 45, kami bertemu
dengan tante Indri dan keluarganya. Tante Indri adalah sepupu ibu, mereka
bercerita tentang kolam permainan air yang baru saja mereka datangi. Leny dan
beberapa sepupu kecil yang saat itu ikut langsung memutuskan untuk pergi
kesana, sedangkan ibu dan kakak iparku kembali kerumah bersama dengan tante
Indri yang sekalian ingin mampir.
Jujur saja aku tidak terlalu suka bermain air, rasanya
malas saja. Sebelum berangkat Leny dan beberapa kurcaci kecil ini membeli baju
ganti, aku seperti sedang terjebak dalam akal – akalan Leny agar dibelikan
baju. Sampai akhirnya kami tiba di lokasi kolam air itu. Banyak sekali
pengunjung saat itu, aku memilih untuk duduk di cafe yang berada sekitaran
kolam. Si badut baymax mengikutiku. Dia bilang tidak punya baju ganti untuk
main air. “ Mbak sendiri kenapa ga ikut main? “ dia malah bertanya kepadaku, “
lagi ga mood main air, panggil aja aku Ovy “ aku mengulurkan tanganku untuk
mengajaknya bersalaman. “ Ovy, aku Azul “ namanya aneh banget menurutku, jelek
dan kuno deh “ nama kamu minimalis banget ya? “ aku menahan tawa, “ Gitu? ini
bahasa spanyol tau. Nama ku Sielo Azul Valeyka. Orang tuaku asalnya dari sana “
aku tercengang mendengar namanya, bused dah itu nama sakral banget kayaknya. “
Terus kenapa kamu mau ke Yogya coba ? “ aku meluruskan arah dudukku menghadap
tepat didepannya. “ Mau tau banget kayaknya? “ Zul memakan kentang gorengnya
sambil tersenyum.
Anak ini benar – benar membuat aku malu, malu karena
telah memeluknya dan malu karena ingin tahu alasannya ke Yogya. Cepat – cepat
aku meluruskan maksudku bertanya, “ Ya, maksudku kalo niat kamu ke Yogya itu ga
masuk akall, buat apa kamu kesana kan? “ aku juga menyeruput ice coffeku. “ Aku
kesana mencari orang tua angkatku, beliau itu yang sudah membesarkan aku disini
“ apa maksdnya dia bilang orang tua angkat yang membesarkannya disini? “ Maksud
kamu? “ aku kembali memfokuskan mataku ke hadapannya. “ Aku tinggal dip anti
asuhan, orang tua kandungku meninggalkan aku disini. Aku ingin mencari orang
tua angkatku. Mereka sudah lama pidah ke Yogya dan aku baru mengetahuinya “ aku
kaget sekali mendengar ucapan laki – laki muda ini. Terlalu dramatis hidupnya,
biasaya yang begini aku aca di novel atau di adegan drama korea.
Setibanya dirumah aku memkirkan cerita Zul. Dia terlalu
hebat mengarang cerita sampai – sampai membuatku memikirkan nasibnya. Siapa dia
yang harus kupedulikan nasibnya? memikirkannya membuat aku ingin menanyakan
kabar Bian. Kuambil handphone ku dan mulai mencari kontaknya sampai sebuah sms
mengagetkanku. “ Vy, tolong bilang kakakmu kalo topiku ketinggalan di mobil “
ya ampun apaan lagi nih bocah “ bilang sendiri sana “ ku kirim lagi sms balasan
padanya. “ ya elah Vy segitunya : ( “ aku tertawa melihat is isms dari Zul,
sebenarnya sedikit kesal karena menurutku kurang penting dan modusan banget. Ku
balas lagi sms itu “ Kamu pikir aku pembantumu, bisa di suruh – suruh !“ aku
mengetiknya dengan nada bercanda. Tak ku perhatikan ada tanda seru di akhir
kalimat yang ku buat, rasanya takut jika ia tersinggung dengan ucapanku.
Lama kutunggu balasan sms dari Zul, sampai handphone ku
berbunyi dan Bian-lah yang mengirim pesan pada ku, “ Vy, kapan balik? kangen
nih aku pengen cerita sama kamu “ ah, malah bian yang sms. Aku benar – benar
takut Zul akan marah padaku. Ku kirim lagi sms pada Zul “ Heh kamu? kenapa kamu
ga balas sms ku? kamu marah ya ? “ aku menggigit bibirku dan menggenggam
handphone ku erat. Sampai satu jam aku menunggu dengan sabarnya. Kulihat jam
menunjukan pukul 7. Aku menahan laparku dan duduk di ranjang menatap sinis ke
handphone, tak lama handphoneku berbunyi. Zul menelpon ku, “ Halo ! lama banget
sih bales sms aja? “ aku langsung mengungkapkan kejenuhanku menunggunya. “ Ya
ampun, kenapa sih? aku lagi di teras
nih. Ngobrol sama kakak mu. Dititipin topi ga mau, ya aku kesini sendiri “ ya
Tuhan ternayat dia ada di rumah dari tadi ? and
I still waiting for him ? kulihat dari balkon kamarku ia sedang duduk manis
bersama kakak. Menyebalkan sekali, “ Aku mau makan dulu ! “ ku tutup telpon
sambil melihatnya tajam dari atas balkon.
Hari ini adalah hari keberangkatanku pulang ke Yogya,
tentunya bersama dengan si bocah menyebalkan itu. Ku kirimkan sms kepada Fina
mengenai keberangkatanku pulang “ Syukur deh kamu pulang, aku kangen banget
pengen curhat hihi. Hati – hati di jalan ya ” sms Fina membuatku makin rindu
dengan Yogya. Kulihat penumpang di sampingku ini sedang asik mendengarkan mp3, matanya
fokus memainkan game di tab. Menyebalkan
sekalli, semakin dilihat semakin menyebalkan. Setibanya di Yogya aku
menelpon Bian, setidaknya jika ada waktu dia bisa menjemputku dan mencari kamar
kost untuk Zul. Sayangnya Bian tidak mengangkat telpon sama sekali.
“ Pacar kamu mana ? ga jemput ? “ Zul bertanya melihat
ekspresi kekecewaanku setelah menelpon Bian. “ aku ga punya pacar “, dia
melepaskan handsfreenya dan mengerutkan kening, “ Masa sih ? “ aku melotot
melihatnya “ Kamu itu ya, kalo di kasi tahu ngeyel
banget “ ku tinggalkan ia dan kopernya menuju taksi. Ia tertawa sambil
mengikuti dari belakang. “ Kita makan dulu ya mbakyu, laper banget nih “ Zul
mengajakku makan, sembari menunggu balasan telpon Bian aku dan Zul makan di
salah satu restoran cepat saji disini.
“ Pacar kamu belum bales telpon kamu lagi ? “ ia mulai
mempertayakan lagi melihat raut wajahku yang kecewa, aku menggeleng menjawab
pertanyaannya, “ Dia bukan pacar, Cuma orang yang aku suka aja “ Zul
mengangguk, “ So, kenapa ga pacaran ? “ pertanyaannya seolah mencekikku “ Dia
ga tau perasaanku, dia juga sahabatku dan sekarang sepertinya lagi kasmaran “
aku menyenderkan badan ke kursi dan kembali memeriksa handphoneku, Zul tetap
mengangguk dan menikmati makanannya. Kulihat Fina mengirimkan pesan bahwa dia
akan menemaniku mencari kamar kost untuk Zul.
“ Hi Vy! “ Fina berseru dari pintu masuk restoran dan
berjalan menuju meja kami. “ Hi, eh. Kenalin ini temanku yang ku bilang tadi.
Dia mau cari kost – kostan disini “ aku memperkenalkan Fina dengan Zul. Setelah
bercerita sedikit dengan Zul, Fina menepuk pahaku dan berbisik, “ Eh aku punya
cerita baru nih ! “ wajahya tampak sangat senang , “ apaan ? seneng banget
kayaknya ? “ aku bersemangat mendengarnya bercerita, “ aku lagi deket sama
cowok ! “
PAHIT
Aku kepikiran dengan cerita Fina, dia bilang seseorang
yang baru dia kenal membuatnya jatuh hati. Walaupun hubungan mereka masih belum
telalu dekat, laki – laki itu seolah memberikan tanda – tanda untuk menjalani
hubungan yang serius senangnya jadi Fina. Aku jadi termotivasi untuk
mengungkapkan perasaanku. Sebaiknya secepatnya, sebelum Bian benar – benar
telah menyukai orang lain. Atau sebaiknya aku konsultasi dulu dengan Zul ?
sebagai seorang laki – laki dia pasti tahu bagaimana reaksi laki – laki yang
mendapatkan pernyataan cinta dari sahabat dekatnya.
Aku menelpon Zul untuk menjemputku di kostan, aku
membiarkan mobilku dibawanya sementara dia mencari orang tua angkatnya. Kami
pergi ke sebuah restoran. Saat itu kota Yogya di sirami gerimis halus, suasana
malamnya sangat dingin. Kulihat Zul menggunakan jaket tebal berwana merah
dengan kaos hitam. Gayanya sangat santai sekali, terlebih lagi matanya yang
sayu dengan bulu mata panjang dan hidung mancung. Eh, kenapa jadi bahas tentang
Zul ya.
“ Aku mau minta komentar kamu “ seseorang datang
menghampiri kami dan menanyakan pesanan kami , “ aku dengar curhatan kamu asal
kamu yang bayar makan “ Zul memberikan senyuman kuda menyebalkan dan mulai
memesan makanan. “ Oke, oke ! “ aku ikut memesan makanan yang sama dengannya,
sepertinya cocok sekali cuacah hujan seperti ini makan makanan hangat. “ Jadi
gimana menurut kamu, aku harus apa ? “ ku aduk – aduk sisa makananku di
mangkok, “ Telpon aja dia sekarang. Terus certain semuanya. Minta dia jemput
kamu disini dan antar kamu pulang “ dengan santainya dia menjawab sambil
melirik – lirik sisa ramen di mangkok yang dari tadi terus ku aduk.
“ bilang aja kamu males anter aku pulang kan ?! “ aku
memukulnya dengan handphoneku. Kulihat Bian mengirimkan pesan dan mengajakku
untuk bertemu, kok bisa ya?. “ Nah, ini momen yang pas buat kamu ! ini namanya
kode dari Tuhan. Kamu harusnya peka dong ! “ Zul menyeret mangkok ramenku dan
mulai menghabiskannya. Aku hanya menggeleng melihat tingkahya. Apakah yang di
katakana bocah kurang ajar ini benar ? kutarik nafas panjang dan membalas sms
Bian. Aku memintanya untuk menjemputku di tempat aku dan Zul berada sekarang.
Dengan bahagia dan sukacita Zul melambaikan tangan kepadaku dan berjalan ke
parkiran belakang. Tak berapa lama kemudian, Bian datang dan kami bergerak
pergi menuju sebuah café kecil.
“ Kamu sombong banget sms ku ga di bales waktu pulang
kampung kemarin “ Bian memulai percakapannya, “ sms yang mana ? kamu ga ada sms
aku kok? “ hampir mati bosan aku menunggu sms darimu. “ Masa ? mungkin operator
yang nyolong tu sms. Sebenarnya aku
pengen cerita nih sama kamu “ Sebelum aku mendengarnya aku mendengarnya bercerita tentang seseorang
yang sedang dikaguminya, aku memotong pembicaraannya “ Aku mau bilang sesuatu
sama kamu sebelum kamu mulai cerita, Bi “ aku metap wajahnya serius. Bian
tampaknya membalas keseriusanku dengan mengangguk, “Hhm, kamu tahu kan siapa
aku. Kita sudah lama saling kenal. Dan aku sudah lama menahan perasaanku ini.
Aku pengen kamu tahu siapa orang yang aku suka “ aku menundukan kepala, “ Aku
suka sama kamu, Bi “
“Kamu suka sama aku ? “ Bian memperjelas kalimatku. “
Gimana ceritanya Vy ? sudah berapa lama kamu suka sama aku? “ Bian melipat
kedua tangannya. Kulihat raut wajahnya berubah. “ Sejak pertama kali aku kenal
kamu, Bi “ aku benar – benar merasakan suasana saat ini berubah. “ Vy, aku mau
jujur sama kamu “ Bian memegang tanganku erat sekali “ Sebenarya aku juga suka sama kamu, tapi… “
aku meliriknya, “ Aku ga perlu kamu jadi pacarku atau apalah namanya, aku cuma
mau kamu tahu perasaanku. Rasanya terlalu sesak untuk aku rasain sendirian Bi “
Bian terlihat sangat kaget dan tidak tahu harus bicara apa. Akhirnya aku
memintanya untuk mengantarku pulang. Terlalu menyeramkan menurutku masih berada
di dekatnya saat ia tahu perasaanku yang sebenarnya.
Pagi ini aku merasa kurang enak badan, mungkin karena
semalam aku begadang karena tidak bisa tidur memikiran Bian. Perasaan yang
kurasakan sekarang lebih tepat jika disebut dengan perasaan bersalah. Ku kirim
pesan pada Zul untuk menjemputku pulang nanti. Aku hanya memberikan murid –
muridku tugas mengarang puisi. Kukatakan pada mereka , daripada membuang –
buang waktu memikirkan perasaan labil atau galau. Lebih baik perasaan itu di
ungkapkan menjadi sebuah karya seni seperti puisi. Mereka semua bersemangat
sekali mengerkjakan tugas kali ini. Aku hanya duduk dan memperhatikan wajah
mereka satu – satu. Kupastikan mereka semua serius mengerjakannya sampai
akhirnya tugas itu ku bawa pulang karena badanku sudah lelah sekali.
Kulihat beberapa siswi berdiri di ujung lobi kelas
mellihat kearah parkiran. Mereka tersenyum – senyum bahkan ada beberapa dari
mereka yang melompat – lompat kegirangan. “ Kalian kenapa disitu ? “ aku
bertanya sambil mencolek siswi – siswi sumringah ini, “ Eh bu Ovy. Itu loh bu,
ada mas – mas ganteng banget. Pacarnya siapa ya bu kira – kira? “ anak – anak
itu memaksaku melihat ke luar dan memperhatikan pria dengan kemeja putih
berdiri di dekat mobil sedannya. “ Bian ? “ aku kaget sekali melihat Bian ada di
sekolah, siswi – siswi itu bahkan melihat ke arahku bersamaan dan menuduhku
akulah penyebab kehadirannya disini. “ Eh, kalian ini, itu temen ibu. Kenapa
pada senyum – senyum ? “ aku kembali memperhatikannya. Kenapa Bian ada disini ?
Kalo dia memag datang untukku harusnya dia telpon dulu kan ?
Tak lama kemudian seorang perempuan datang
menghampirinya. Bian membukakan pintu untuk perempuan itu. Aku penasaran sekali
sampai tanpa sadar aku berjalan menuju mobil itu dan tanpa kusangka, Fina duduk
di dalam mobil sedan milik Bian dan mereka pergi meninggalkan ku tanpa sempat
aku menyapanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa harus Fina ? dan kenapa
harus Bian ? badanku makin lemas dan gemetar. Bahkan membawa kertas tugas para
muridpun aku tak sanggup. Perasaanku sangat kacau dan benar – benar ingin
pulang kerumah.
Pandanganku berkunang – kunang saat kusadari aku sudah
berada di dalam mobil bersama Zul. Dia menatapku dengan tatapan cemas, kulihat
sesekali dia melirik ku dan memegang keningku. Tanpa kusadari aku sudah berada
di kostan. Zul memapahku ke sofa dan merebahkan tubuhku. Ia cekatan mencari
handuk dan air dingin untuk mengompres kepalaku. Kurasa badanku saat ini sangat
panas sampai ia harus berkali – kali mengganti kain kompresku. “ Kamu mau makan
apa ? biar sekalian aku belikan makanan dan obat “ aku menggeleng, ku pejamkan
mataku dan berusaha tidur. Aku benar – benar lelah.
Aku terbangun saat kulihat jam menunjukan pukul 10 malam.
Kulihat Zul duduk dan tertidur di kursi. Aku berdiri mendakti meja makan untuk
mengambil segelas air, kulihat ia telah menyiapkan beberapa obat dan semangkuk
bubur untuk ku. Sebaiknya aku bangunkan saja ia, ini sudah terlalu malam. Takut
nanti ibu kost marah kalau tahu ada laki – laki menginap di rumah. Kudekati ia
dan mencoba membangunkannya, seketika perasaanku berubah. Lebih baik aku
biarkan ia tidur disini. Mungkin aku membutuhkannya besok.
Zul tiba – tiba saja terbangun dan melihat ke arahku
kaget, “ Kamu udah bangun Vy, itu aku beliin kamu bubur ayam sama obat. Sorry
banget deh kalo udah agak dingin. Kamu juga bangunnya lama banget jadi keburu
dingin “ Dengan cekatan Zul menyiapkan makan malamku dan beberapa obat penurun
panas. “ Kamu ga pulang ke kostan ? “ aku menarik kursi makan dan duduk , “
Kamu mau aku pulang sekarang terus ibu kost ngeliat ada laki – laki keluar dari
kostan anak perempuan jam setengah 11 malam ? “
hah, sialan. Anak ini bener – bener deh. “ Kalo gitu kamu jangan macem –
macem ya ! tuh tidur di sofa, nanti aku ambilin bantal ” aku bergerak ke kamar
dan mengambil beberapa bantal dan selimut. Walaupun nada bicaraku terdengar
kasar, Zul tetap saja tersenyum. Benar – benar menghangatkan perasaanku yang
sedang tak karuan.
“ Kamu udah makan? “ aku meliriknya yang sedang mencari –
cari acara bagus di tv, “ udah , tadi aku udah sempet makan sebelum kamu bangun
“ aku mengangguk sembari melanjutkan
makan, “ Kamu tadi kenapa? “ Zul merubah nada bicaranya, “ Kamu tadi sore
kenapa ? aku dengar dari beberapa muridmu kamu ngeliat Fina di jemput sama
temanmu? siapa dia? “ aku diam. Tetap melanjutkan makan dan pura – pura tidak
mendengarnya bicara. Zul tidak melanjutkan pertanyaannya. Kemudian di mematikan
tv dan tidur di sofa. Mungkin aku sudah mengecewakan kepeduliannya.
Cintaku
itu diam
Karena
dalam diam aku mencintaimu
Diam-diam
aku mencintaimu
Aku
mencoba mencintaimu diam-diam
Semakin
lama cinta ini semakin diam
Diam
dalam kediamanku
Tahu
kenapa aku tetap diam?
Karena
aku tak ingin hubungan ini berbeda
Setelah
aku tak lagi diam
Puisi salah seorang siswi membuatku terketuk, benar –
bear seolah mengungkapkan apa yang sedang aku rasakan. Pagi ini aku minta Zul
untuk mengantarkanku kesekolah, sebenarnya aku malas sekali datang. Zul bilang,
aku harus tetap semangat dan tanggung jawab dengan pekerjaanku. Setibanya di
sekolah, Fina datang menghampiriku. Aku benar – benar tidak ingin membahas
masalah kemarin. “ Vy, kamu udah enakan? aku dengar kabar katanya kamu pingsan
di sekolah kemarin sore “ aku tersenyum menjawab pertanyaannya. Seperti yang
kuduga, Fina benar – benar tidak tahu siapa laki – laki yang menjemputnya
pulang kemarin. “ Eh, siswi – siswi dikelasku pada nanyain pacar kamu tuh. Yang
kamarin dateng kesini terus ngegendong kamu kemobil. Sayang banget aku ga liat
tuh siapa laki – laki yang romantis itu !” aku tersentak kaget mendengar ucapan
Fina. Apa – apaan itu pacar siapa ? laki – laki yang mana? gendong – gendong romantis
apa ?
“ Bukan, dia bukan
pacar aku kok. Cuma temen aja, kebetulan memang dia mau ke sini pas banget aku
lagi ga enak badan “ Fina memasang wajah tak percaya, aku kemudian kembali
bertanya padanya “ kemarin, kamu pulang sama siapa? “ ku beranikan mendengar
pernyataan Fina tentang Bian. “ Itu loh, laki – laki yang aku certain sama kamu
waktu itu ! “ aku menahan nafasku dan kemudian memalingkan wajah, segera
kususun buku – buku ku dan bergegas pergi ke kelas, “ eh aku ke kelas dulu ya
Fin “. Aku benar – benar tidak bisa berfikir jernih. Perasaanku sangat kacau,
aku harus minta kejelasan dari Bian tetang Fina. Ku kirimkan pesan padanya dan
mengajaknya bertemu sore ini.
MERAH JAMBU
“ Udah lama nunggu Vy ? “ Bian menyadarkanku dari
lamunan, “ barusan juga kok “ aku mempersilakannya duduk. “ Kamu udah sehat ?,
kata Fina kamu kemarin pingsan di sekolah ? “ Bian menempelkan tangannya di
keningku. Fokus aku mendengar ia mengatakan tentang Fina. “ Kamu kenal dengan
Fina ? “ Bian kelihatan kaget, “ Nah, itu dia masalahnya aku belum sempat
cerita sama kamu. Aku itu sebenarnya lagi deket sama Fina, temen mu! “ Bian
memberikan penjelasan “ Kamu ga tahu kalo dia temen deket ku ? “ aku benar
benar tak perduli dengan semua penjelasan dan alasannya. Yang aku tahu, Bian
tidak menjaga perasaanku. Aku benar – benar tidak bisa menerima kenyataan yang
terjadi sekarang. Aku bukan tipe orang yang tega terhadap sahabat sendiri dan
bukan juga seorang wanita yang selalu kuat di segala macam cobaann.
Aku berjalan keluar meninggalkan Bian, aku membaur di
tengah keramaian pejalan kaki hingga Bian nampak kesulitan menyusulku. Aku
berjalan tak tentu arah hingga tiba di sudut jalan persimpangan. Kulihat
beberapa orang pria menyeramkan menghampiriku, perasaanku sangat kacau. Pria –
pria itu lalu mencoba untuk menarik tasku, aku berteriak sekuat - kuatnya saat kusadari jalanan di sekitarku
agak sedikit sepi. Ku pejamkan mataku dan tetap berusaha menarik kembali hak
ku. Hingga kudengar suara seseorang berteriak kencang membuat preman – preman
pasar itu pergi. Saat aku melihat arah suara itu datang, aku melihat Zul.
Lagi – lagi ia datang menyelamatkan aku. Zul juga selalu
datang di saat hatiku terasa sakit karena kebodohanku sendiri. Aku benar –
benar merasa bodoh telah memendam perasaanku pada Bian setelah sekian lama aku
merasakannya. Zul menarik tanganku pergi meninggalkan tempat asing ini.
Sentuhan tangannya membuat aku merasakan perasaan yang berbeda. Perasaan apa
lagi ini ? seperti ada sesuatu antara tangannya dan tanganku ?. Zul kemudian
membukakan pintu mobil dan menyuruhku untuk naik. Aku mengikuti perintahnya, kulepaskan
genggaman tangannya. Mataku tak lepas memandangi punggungnya yang berjalan
meninggalkan ku. Saat ia masuk kedalam mobil, kulihat ekspresinya sangat kesal.
Sepertinya ia marah kepada seseorang. Mungkin kepada ku karena kecerobohanku.
“ Kamu benar – benar bodoh ! “ tiba – tiba ia mengatakan
sesuatu dengan nada yang sedikit tinggi sampai aku tersentak kaget. Aku melihat
ke arahnya dan raut wajahnya saat itu sangat marah. “ Kamu tahu cinta itu tidak
bisa dipaksakan dan tidak bisa dikekang. Kamu tahu cinta itu tidak bisa bicara,
makanya ia perlu mulut untuk mengungkapkannya. Tapi kamu ga tahu kalo cinta
kamu itu omong kosonng ! “ Zul melihat kearahku tajam, matanya berkaca – kaca.
Hatiku bergetar mendengar ia bicara seperti itu, air mataku turun dan tanpa
kusadari telah mengalir deras ke pipi. Zul melihat ku lagi dan ekspresinya
berubah menjadi sedih. “ Menangislah sesukamu. Jangan terlalu sering berakting
sok kuat ! “ dengan lembut ia mengelus kepalaku. Aku benar – benar tidak bisa
menahan perasaan sedihku. Aku menangis sejadi – jadinya di mobil, di temani
Zul.
Aku mencoba membesarkan hati, aku menerima keadaan dua
sahabat dekatku yang saling jatuh hati ini. Kesalahanku adalah menahan perasaan
yang seharusnya menjadi kebahagiaan untukku. Aku menyiksa diriku dengan
memaksanya menikmati one side love
yang tidak happy ending. Aku
menciptakan suasana bahagia sepihakk, tanpa mengetahui apa yang dirasakan oleh
orang yang kusayang. Aku benar – benar tidak mengerti kenapa semua hal yang di
ucapkan Zul begitu memukul ku. Aku dibuatnya sadar dan benar – benar berniat
untuk mengakhiri one side love- ku
ini. Aku tidak bisa menyalahkan Fina atau Bian, mereka harus bahagia dan begitu
juga aku.
“ Makasih, kamu udah membuka pikiran aku sekarang “, Zul
melihatku dengan tatapan menyebalkan. Melihatnya begitu menyebalkan, aku jadi
teringat sesuatu, gimana kabar pencarian orang tua angkatnya ? “ Ngomong –
ngomong kamu ga pernah cerita tentang orang tua angkatmu. Udah ketemu belum ?
Jangan keenakan ya pake mobil ku gratis ! “ aku menghapus air mataku dan
melihat tajam kepadanya sambil menodongkan jariku ke kepalanya. “ Udah , udah !
Besok kamu bisa ketemu sama ibu angkatku “ aku kaget dan ikut bahagia
mendengarnya. Kemudian Zul menurunkan ku di depan kostan. Ia mengingatkan aku
untuk minta maaf pada Bian dan Fina. Zul benar – benar menguatkan aku.
Keesokan harinya di sekolah, kulihat gelagat Fina agak
sedikit berbeda. Sepertinya Bian sudah menceritakan semuanya kepadanya. Aku
makin merasa tidak enak hati dengan Fina. Aku menghampirinya dan mencoba
membuat obrolan dengannya, “ Kamu kenapa ? kok gelisah banget ? “ Fina membuang
wajah dariku, “ Nng, aku gak apa – apa kok Vy “ kulihat ia beranjak
meninggalkanku, segera ku tahan tangannya hingga ia melihat kearah ku “ Kamu
dan Bian, bahagialah ! kalian berdua adalah sahabat baik ku. Aku bahagia kalo kalian
berdua bahagia “ Fina terdiam, matanya memerah “ Aku ga mungkin ngelakuin ini
ke kamu Vy “ Fina memelukku dan mulai menangis. Mataku ikut berkaca – kaca.
“ Aku adalah manusia bodoh yang harus belajar dari
kesalahan dan pengalamanku agar tidak menjadi lebih bodoh. Bian ngajarin aku
untuk tidak pernah lagi menahan perasaan yang aku punya. Dan kamu, ngajarin aku
arti sebuah sahabat “ ku sekah air mata Fina dan kuberikan senyuman terbaik
yang masih kupunya. Kami menghabiskan dua jam pelajaran terakhir untuk saling
bercerita dan saling terbuka. Mulai dari Bian yang membantunya mencari tiket
pulang ke Yogya, menjemputnya di stasiun dan mengajaknya untuk memiliki hubungan
yang serius. Aku lebih berlapang dada mendengar semua cerita itu langsung dari
mulut Fina. Perasaanku sudah ku sampaikan pada Bian. Aku tidak memiliki beban
lagi sekarang. Hidupku bebas. Dan aku bahagia.
Sore ini Zul menjemputku untuk bertemu dengan orang tua
angkatnya. Sebelum pergi ia mengajakku makan dan nonton. Tanpa sadar semakin
hari kami semakin akrab. Semakin lama aku semakin nyaman berada di dekatnya.
Aku merasa ia adalah laki – laki yang sangat bertanggung jawab dan pengertian,
walaupun terkadang sangat menyebalkan. Yah, begitulah laki – laki di mata
wanita.
Setelah kami selesai menonton, Zul membawaku ke kostan.
Aku agak sedikit bingung kenapa ia membawaku pulang. “ Kok pulang ? katanya mau
ketemu orang tua angkat kamu ? “ aku melihatnya melepas safety belt. “ Udah turun aja. Aku janjian sama ibuku disini kok.
Rumahnya di sekitar sini soalnya “ aku mengangguk dan turun dari mobil. Kulihat
bude Sri menghampiri kami. Mungkin karena aku pulang malam jadi mengganggu
istirahatnya. “ Azul “ bude Sri kemudian memeluk Zul dengan hangat dan akrab.
Kenapa bude bisa kenal sama Zul ? apa iya bude tahu kalo Zul pernah tidur di
kostan ku ? “ Vy, kenalin ini ibu angkatku dip anti asuhan dulu “ Zul
memperkenalkan aku dengan bude Sri yang sebenarnya sudah lama ku kenal.
“ Jadi waktu aku ke kostan mu ga sengaja aku ketemu sama
ibu Sri, jodoh betul memang. Tanpa perlu aku obrak abrik kota ini, ibu Sri
sudah datang sendiri “ Zul menceritakan kejadian pertemuannya dengan ibu
angkatnya itu sementara bude Sri menyiapkan minuman untuk kami. “ Monggo silakan diminum, bude ga sangka
ternyata bisa ketemu lagi dengan Azul. Coba kalo kalian ga pacaran, bude jadi
ga bisa ketemu lagi sama kamu le (red.
le- tole, panggilan anak laki – laki) “ aku hampir saja menyemburkan minuman yang
sedang ku teguk “ Yah, Alhamdulillah bu, Ovy memang bawa hoki buat saya !” pake
acara di jawab lagi itu omongan bude. Ini anak memang bener – bener!
“ Jadi bu, gimana berkas yang aku minta kemarin? udah
ketemu ? “ Zul kemudian mempertanyakan sesuatu yang serius. “ Oh, iya udah
ketemu. Ayah kamu sekarang tinggal di Australi. Mereka pernah kirim surat satu
kali dan ngasi alamat tempat tinggalnya. Mereka juga minta kamu untuk kembali
kesana” Australi ? anak desa ini mau di bawa ke australi ? aku melihat ke
arahnya dan bertanya, “ Kamu yakin mau kesana ? “ kulihat Zul sangat serius.
Mungkin ia benar – benar ingin melihat keluarganya seperti aku merinduka Ibu
dan keluargaku.
Tepat pukul 10
kemudian kam izin pamit dari rumah bude, Zul memutuskan untuk mampir ke kostan
sebentar. Kulihat raut wajahnya masih memikirkan ucapan bude. Haruskah Zul ke
Australi? Pasti sangat sepi rasanya kalau ia pergi ke Australi. “ Kamu ga perlu
sediain minum, aku cuma sebentar ” ia merebahkan tubuhnya yang tegap dan tinggi
di sofa seperti biasa. Aku menghampirinya dan melihat wajahnya lagi, “ Kamu
beneran mau kesana ? “ ia melihatku dan beranjak duduk “ Sebenarnya aku pengen
banget kesana. Tapi rasanya nanggung banget “ Nanggung ? ini anak kalo lagi
ngawur suka sembarangan ngomong. “ Nanggung gimana maksudnya ? mungkin aja kan
orang tua kamu juga kangen dan pengen banget ketemu kamu “ aku melipat kedua
tanganku di dada. Ku lihat dia menatapku dalam sekali, “ Ya, nanggung. Gimana
kalo kesananya tunggu aku udah punya istri aja ? “ aku tertawa mendengarnya
berkata seperti itu.
“ Kamu ini, bocah! memangnya kamu sudah punya calonnya ?
ya kalo sudah punya sekalian aja diajak ke sana “ aku benar – benar tidak tahu
tipe wanita seperti apa yang disukainya. Dan entah seberapa sabarnya wanita itu
menghadapi anak aneh ini. “ Kamu mau ikut aku kesana ? “ aku membelokan mataku
melihat ke arahnya, sulit mencerna apa yang dikatakanya barusan dan sulit juga
untuk mempercayai kebenarannya. Zul kemudian memberikan sebuah kotak kecil
berwarna pink dengan pita biru. Aku menerima dan membukanya, kulihat sebuah
gelang cantik dengan sosok seorang ballerina sebagai liontin yang menghiasi
kalung ini. “ Cantik kan ? “ ia bertanya padaku mengenai kalung itu, aku
mengangguk “ Ambilah gelang itu. Dan pakalah kalo kamu udah bisa gantiin posisi
Bian dengan orang lain “
Posted in
Label:
#CERITAPENDEK,
#CERPEN,
#CONTOHCERPEN,
#FIKSI,
#KOPIMERAHJAMBU,
#MENGARANG,
#ROMANCE,
#SLICEOFLIFE
Langganan:
Postingan (Atom)